RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Berdasarkan hasil pemetaan pilar-pilar pendukung peningkatan mutu pendidikan SMA dan SMK Negeri di Provinsi Riau yang dilakukan Dewan Pendidikan Provinsi Riau pada tahun 2018 disimpulkan bahwa dari sembilan pilar pendukung peningkatan mutu pendidikan SMA dan SMK Negeri ternyata masih ada empat pilar yang masih rendah. Salah satunya adalah sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum mendukung.
Hasil pemetaan itu menjadi kesimpulan Focus Group Discussion (FGD) Pemetaan Potensi Sekolah SMA, SMK dan SLB se Provinsi Riau yang dilaksanakan Dewan Pendidikan Provinsi Riau, 2-4 Oktober 2019.
‘’Kesimpuan FGD ini akan kami sampaikan kepada Gubernur Riau melalui Dinas Pendidikan Riau,’’ ujar Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Riau, H. Zulkarnain Noerdin, SH, MH kepada wartawan, Jumat (4/10/2019) siang.
Pemaparan hasil pemetaan pilar-pilar pendukung mutu pendidikan SMA dan SMK negeri se-Provinsi Riau itu disampaikan Dr Fakhri Ras, MEd, Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Riau.
Sedangkan Reisky Bestary, M.Pd, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Riau memaparkan tentang Delapan Standar Nasional Pendidikan.
Sementara Drs. Edi Yusrianto, M.Pd, anggota Dewan Pendidikan Riau yang juga dosen UIN Susqa Riau menyajikan materi Pemetaan Potensi Sekolah yang Berkaitan dengan Kewirausahaan.
Menurut Zulkarnain, selain sarana dan prasarana, tiga pilar lain juga belum mendukung. Yakni, persiapan/terobosan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), biaya penyelenggaraan persiapan UN dan dukungan pihak-pihak yang relevan (stakeholder).
Sedangkan lima pilar pendukung lainnya yakni dasar penyelenggaraan dan Bimtek UN, pengelolaan penyelenggaraan persiapan UN dan SNMPTN, dukungan perpustakaan, dukungan laboratorium dan dukungan komite sekolah sudah baik.
Dikatakan, persiapan sekolah dalam menghadapi Ujian Nasional dinilai terlambat dan sangat kurang, karena sebagian sekolah baru akan memulai persiapan Ujian Nasional dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada umumnya pada semester 6 (enam), sedangkan waktu yang tersedia pada semester 6 tersebut sangat pendek (berkisar 3 bulan).
Dijelaskan, frekuensi dan intensitas pembahasan soal-soal ujian dan Uji Coba (Try out) UN, Tes Masuk Perguruan Tinggi, dan Tes Potensi Akademik (TPA) dinilai ‘kurang’ dan sekolah berdalih tidak punya dana dan takut memungut sumbangan kepada orangtua.
Di sisi lain, kata mantan anggota DPRD Riau ini, penataan administrasi perpustakaan sekolah sebagian sekolah sudah ‘baik’, namun sebagian sekolah koleksi buku masih kurang dan secara umum kondisi perpustakaan belum memenuhi standar yang diharapkan termasuk pengelola perpustakaan (pustakawan).
Sedangkan pengelolaan laboratorium di sebagian besar sekolah masih kurang, karena kurang tersedianya peralatan/bahan praktek, tidak tersedianya meja praktek, peralatan yang belum digunakan, tidak adanya tenaga laboran dan bahkan ruang laboratorium digunakan sebagai ruang kelas disebabkan kekurangan ruang belajar.
Hasil pemetaan melalui penyebaran kuisner di hampir 90 persen SMA dan SMK Negeri itu, menurut Zulkarnain, juga memperlihatkan peranan Komite Sekolah dinilai sudah ‘baik’ karena secara organisasi di setiap sekolah sudah terbentuk Komite Sekolah.
Namun pemberdayaan Komite Sekolah belum mampu memberikan kontribusi yang optimal dalam mengelola sumbangan pendidikan untuk menunjang operasional dan peningkatan pelayanan mutu pendidikan.
"Peranan stakeholder juga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan sumbangan dalam menunjang terlaksananya program sekolah yang biayanya tidak teralokasi di dalam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Nasional dan BOS Daerah," ujarnya.
FGD yang berlangsung tiga hari itu juga menyimpulkan berdasarkan hasil pemetaan mutu pendidikan yang dilakukan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Riau diketahui dari delapan standar nasional pendidikan (SNP) ternyata tiga standar belum terpenuhi yakni Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), standar sarana dan prasarana serta pembiayaan. Sedangkan lima standar lain yakni standar pengelolaan, standar isi, standar proses, standar penilaian dan standar kompetensi lulusan sudah memenuhi persyaratan.
Begitupun pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship), terutama di SMK di Provinsi Riau, sudah mulai berkembang. Namun mengalami hambatan karena faktor regulasi (peraturan yang menghalangi) dan permodalan. Padahal kewirausahaan sudah menjadi tugas pokok kepala sekolah di semua tingkatan satuan pendidikan yang memiliki fungsi sebagai manajerial, supervisor dan koordinator kewirausahaan sesuai dengan Permendikbud No. 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah.