RIAUMANDIRI.CO, SIAK - Ariadi Tarigan yang juga anggota Komisi II DPRD Siak tengah menyiapkan surat pengaduan ke Komisi Yudisial (KY) dengan melengkapi bukti-bukti tambahan terhadap dugaan pelanggaran etik oleh Ketua PN Siak.
Ariadi juga merespon konferensi pers yang dilakukan oleh Ketua PN Siak, Bambang Trikoro, sehari setelah yang bersangkutan mengirim pengaduan ke Komisi Yudisial.
"Bukti-bukti tidak dapat saya buka ke publik karena hal ini sudah merupakan ranah dari KY yang berhak mengumumkannya nanti bilamana diperlukan," kata Ariadi, Minggu (8/9/2019).
Ariadi juga menjelaskan, surat ini dikirim sebagai respon dari konferensi pers tandingan yang dilakukan oleh Ketua PN Siak, satu hari setelah Ariadi melakukan konfrensi pers, Senin 19 Agustus 2019 lalu.
Ariadi sedikit miris dengan konferensi pers yang dilakukan Bambang. Menurutnya, bagaimana mungkin seorang Ketua Pengadilan Negeri melakukan konferensi pers di kafe. "Bukannya meluruskan atau memanggil saya secara resmi ke Pengadilan Negeri Siak. Padahal saya saja mengadakan konferensi pers di kantor DPRD Siak bukan di luar," ujarnya.
"Yang saya laporkan ke KY ialah apa alasannya menunjuk satu majelis yang sama terhadap perkara yang diduga ada kemungkinan komplikasi kepentingan. Ini hanya soal komitmen saja yang berada dalam ranah etik, makanya saya lapor ke KY," jelas Ariadi menambahkan.
Lanjut Ariadi, pada konferensi pers oleh Ketua PN Siak, Bambang mempertanyakan Ariadi ini sebagai anggota dewan membela masyarakat yang mana. "Tentunya ini yang perlu diklarifikasi, seharusnya Ketua PN lebih tahu lagi, karena ia yang pegang berkas perkara, dia bisa lihat di sana bukan? Sudah jelas saya membela masyarakat Siak yang terkena dampak pemberian izin yang diduga tidak benar dan diduga telah digunakan dengan tidak bena," tudingnya.
"Mari kita rinci satu-satu, untuk perkara dengan terdakwa Misno bin Karyorejo (terdaftar Nomor 81/Pidsus/2019/PN.Sak) dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT.Duta Swakarya Indah, diduga telah berkebun tanpa izin pada lahan yang berada di luar izin yang dimiliki PT.DSI di luar yang 8000 Ha itukan ditanam di atas lahan masyarakat Sengkemang dengan luasan kurang lebih 300an Ha, bagaimana perolehannya dengan masyarakat? Itu harus dijelaskan oleh Ketua PN Siak," ungkap Ariadi.
Lebih lanjut Ariadi, kalau dihubungkan dengan perkara Teten dan Suratno yang sekaligus dalam kapasitas Direktur PT Duta Swakarya Indah DSI juga, jelas perkaranya berkaitan dengan dugaan menggunakan izin palsu dengan luasan kurang lebih 8.000 Ha.
"Anda lihat sendiri, pelapornya hanya memiliki lahan yang bersertifikat seluas 80 Ha saja, berapa luas lahan masyarakat lain lagi yang diduga digunakan dengan surat palsu itu dalam perkara ini? Masih banyak bukan?," tanya dia.
"Belum lagi kalau kita dalami didalam izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang menjadi pokok perkara dalam perkara Nomor 115/Pid.B/2019/PN.Siak dan 116/Pid.B/2019/PN.Siak masing masing atas nama terdakwa Drs. Teten Effendi dan terdakwa Suratno Konadi. Dari luasan 8000 Ha tersebut terdapat tanah untuk kepentingan jalan raya yang terbentang dari Siak Ke Dayun dan Siak ke Gasib yang semula milik masyarakat dan diganti rugi kepada masyarakat dan menggunakan uang Negara, akan bisa kacau nantinya ini, kalau misalnya kita tidak meluruskan hukum tentang izin yang digunakan ini lalu tiba-tiba kebijakan pemkab Siak yang memberikan ganti rugi lahan seluas 54 Ha ini akan masuk keranah Tipikor nantinya," tutup Ariadi.
Reporter: Darlis Sinatra