Oleh: Hafrizal Okta Ade Putra*
RIAUMANDIRI.CO - Ibarat perempuan yang berdandan sedemikian rupa, sudah merasa paling cantik, ternyata tidak satu pun pria yang jatuh hati. Meskipun pria-pria tersebut baru saja patah hati meninggalkan pasangannya, tetapi tetap saja pilihannya pada yang lain. Jangankan jatuh hati, dilirik pun tidak. Menyedihkan memang.
Analogi tersebut menggambarkan kondisi Indonesia beberapa bulan terakhir. Indonesia tidak dilirik oleh investor, walaupun bagi investor yang baru saja terkena dampak perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, yang harus meninggalkan China dan pindah ke negara lain. Dalam keadaan terdesak saja tidak dilirik, apalagi dalam keadaan normal.
Menurut catatan Bank Dunia, ada 33 perusahaan yang hengkang dari China. 23 perusahaan pindah ke Vietnam, dan 10-nya lagi memilih hengkang ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Beberapa penyebabnya sudah teridentifikasi, di antaranya ketidakpastian dalam hal perizinan, pembebasan lahan, tingginya biaya, dan berbagai regulasi yang menghambat investasi.
Ini harus jadi pelajaran. Pemerintah perlu mencari solusi secara cepat. Memang sudah banyak upaya yang dilakukan, tetapi kondisi ini jelas menggambarkan bahwa ternyata apa yang sudah dilakukan selama ini tidak tepat.
Menurut Majalah Forbes, ada 15 faktor yang mendukung suatu negara dapat dikatakan sebagai negara dengan iklim terbaik untuk berbisnis. Faktor-faktor tersebut antara lain, hak properti, inovasi, pajak, teknologi, tingkat korupsi, kebebasan pribadi, kebebasan perdagangan, moneter, birokrasi, perlindungan investor, tenaga kerja, infrastruktur, ukuran pasar, kualitas hidup, dan tingkat risiko.
Walaupun saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya mendatangkan investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini juga perlu hati-hati, jangan sampai investor dapat segala macam kemudahan atau bahkan insentif, sumber daya "dikeruk" habis-habisan, uangnya tetap dominan lari keluar. Lalu kita dapat apa?
Untuk itu, sebaiknya ekonomi perlu diperkuat dari dalam. Industri dalam negeri harus didorong supaya lebih maju lagi, UMKM perlu diperkuat dan "naik kelas", jumlah pengusaha perlu ditingkatkan, petani dan nelayan perlu sentuhan teknologi. Perlu kolaborasi yang saling menguatkan antar stakeholder.
Di sisi lain, image pemerintah baik pusat maupun di daerah bagi masyarakat sendiri juga masih belum baik. Misal, jika sesuatu hal yang urusannya dengan pemerintah, belum berurusan pun, mereka terkadang sudah stres duluan.
Perlu re-branding, perlu dibangun image positif. Perlu ditingkatkan lagi integritas, reputasi, konsistensi, dan kredibilitas. Ini ibarat suatu perjalanan, suatu hubungan berkembang berdasarkan persepsi dan pengalaman yang dimiliki setiap masyarakat ketika berurusan dengan pemerintah.
*Penulis:
- Wakil Rektor II Universitas Tamansiswa Padang
- Ketua Lembaga Kerjasama dan Pengembangan Institusi Universitas Tamansiswa Padang
- Sekretaris Senat Universitas Tamansiswa Padang