Oleh: Dr H Moris Adidi Yogia, SSos, MSi*
SEMUA orang Riau mengetahui tentang hadir dan tumbuh kembangnya Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru dari tahun 1962, tepatnya tanggal 4 September 1962, dalam naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI).
Namun seberapa jauh kita mengenal tentang Universitas Islam Riau? Dan yang lebih utama lagi seberapa jauh kita mengenal sejarah hadirnya atau lahirnya Universitas Islam Riau?
Tidak terasa sudah hampir 15 tahun saya bergabung dalam khasanah lingkungan Universitas Islam Riau tepatnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam perjalanan yang lima belas tahun tersebut saya menyaksikan berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat banyak dari sebuah institusi perguruan tinggi yang pertama hadir di Bumi Lancang Kuning ini.
Perkembangan dari hadirnya Fakultas Psikologi, Fakultas Komunikasi dan munculnya program Pascasarjana di Universitas Islam Riau membuat kampus UIR di Darussalam semakin ramai dan marak baik dari jumlah mahasiswa juga dari persfektif keilmuan yang terdapat di “Poros Marpoyan”.
Sejarah UIR hadir dengan segala lika likunya mungkin menjadi sesuatu yang asyik jika diceritakan saat ini namun pernahkah kita membayangkan bahwa untuk membangun sebuah institusi pendidikan ini menggunakan segala upaya baik tenaga, dana, doa dan air mata yang tidak sedikit. Dalam salah satu nasehat yang pernah disampaikan oleh pendiri Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau menyebutkan bahwa UIR harus mampu membuat kehidupan bagi orang yang bernaung di bawahnya dan orang yang ada di sekitarnya, mampu untuk menjadi pelita dalam kelam dan memberikan jalan keluar bagi yang kebingungan.
Pemikiran sederhana dalam persfektif zaman yang rumit, namun memiliki makna yang dalam bagi yang mau memikirkan nasehat tersebut. Begitu indahnya tujuan mulia tersebut, membuat para pendiri harus “berjuang ke sana-sini” untuk memikirkan suatu peradaban pendidikan dan juga nasib puak bangsa yang beradab.
Berangkat dari kesederhanaan pemikiran untuk tujuan besar yang mulia tersebut menjadikan kerja keras dalam menghadirkan konsep pendidikan tinggi menjadi kerja “Lillah” walaupun tubuh terasa sangat lelah. Kerja yang berazaskan kepada konsep Ke-Tuhan-an dalam niat tulus menjadikan para pendiri selalu berupaya mengingatkan tentang kesederhanaan, hemat, kerja keras dan tulus dalam jargon bekerja bagi bersama.
Mungkin suatu tujuan mustahil bagi masyarakat awam saat memandang UIR di masa awal berdirinya, suatu keniscayaan ketika melihat visi besar yang diemban oleh organisasi pedidikan dari sebuah provinsi dengan keterbelakangan pendidikan pada saat itu. Namun keniscayaan tersebut mulai berubah menjadi bukti ketika begitu banyak prestasi yang dihadirkan oleh Universitas Islam Riau saat ini, mulai sebagai program studi terbanyak yang memiliki Akreditasi A (Unggul), universitas yang memiliki guru besar terbanyak di lingkungan LL2DIKTI Wil X (dulu Kopertis Wilayah X), dan segudang prestasi lainnya yang mungkin tidak cukup lembar tulisan ini untuk kita catat.
“Education is the Movement from darkness to light,” kata Allan Bloom. keberadaan UIR di Pekanbaru, Riau atau Indonesia semakin menggeliat. Hal ini tentu tidak lepas dari peran awal pendiri yang selalu memantau setiap laju dan juga memikirkan perkembangannya dari waktu ke waktu, dimulai ketika kuliah di sebuah ruangan kelas sekolah sampai menjadikan UIR memiliki kampus terpadu di kawasan Marpoyan. Dari sebuah meja kayu standar anak SMA sampai memiliki ruangan representatif standar Harvard dengan air conditioner yang membuat nyaman siapapun di dalamnya.
Sebuah kawasan Marpoyan yang dahulu penuh dengan pohon karet dipilih dengan luas lebih kurang 43 Ha, membuat kawasan kampus terpadu UIR menjadi kawasan yang nyaman. Daerah yang bagi sebagian orang dahulu disebut sebagai kawasan “Lintasan Gajah” atau “Kubangan Babi” saat ini telah menjelma sebagai suatu kawasan yang memberikan penopang hidup bagi masyarakat sekitarnya. Pertumbuhan toko, rumah kos, pemukiman hal ini tidak bisa dinafikan dengan keberadaan UIR di tengahnya.
Melihat Jalan Kaharuddin Nasution saat ini maka bisa dibayangkan ketika awal kepindahan kampus UIR ke kawasan terpadu di Marpoyan saat itu, di mana jalan utama untuk ke provinsi lain melalui kawasan asrama AURI di komplek lapangan terbang Simpang Tiga (nama Bandara SSK II, saat itu). Sepi dan penuh pesimis bagi sebagian warga masyarakat. UIR yang universitas swasta mampu menjawab tantangan tersebut dengan geliat pertumbuhan yang bagi orang pesimis dan tidak melihat perencanaan besar UIR dianggap menakjubkan.
Barometer pendidikan di masyarakat dengan memandang perguruan tinggi negeri lebih baik dibandingkan swasta, mampu digeser oleh UIR dengan segala komitmen yang telah dibuatnya. Beberapa tokoh yang lahir dan dibesarkan oleh UIR mampu menjadi “marketing education” bagi rakyat. Tidak hanya tokoh lokal, tokoh nasional yang besar dan pernah hadir di Riau pasti pernah berkunjung ke kampus yang menyebut dirinya sebagai “kampus Darussalam”. Malah pernah di suatu masa UIR disebut sebagai “Kampus Menteri”, karena menteri yang hadir di Riau pasti akan datang ke UIR.
Mahasiswa yang kritis terhadap situasi lokal, nasional dan internasional memudahkan UIR untuk mencapai semua Visi dan Misi yang telah di tuliskan dalam setiap lembaran perjalanan pemimpin di UIR.
Kampus UIR mungkin belum sepenuhnya berbenah dan menggapai segala impian yang diinginkan oleh pendiri dan juga warganya. Setapak demi setapak, selangkah lebih maju, berupaya terus menjadi yang terbaik dalam setiap tindakan organisasi itulah hal yang selalu dijadikan landasan dalam perbuatan di kampus UIR. bila dahulu dimasa-masa awal berdirinya kampus terpadu UIR selalu berhemat terhadap penggunaan sumber daya, saat ini UIR sudah mengatakan bahwa sumber daya harus digunakan untuk hal yang tepat, dan menjauhi segala tindakan mubazir.
UIR tidak memiliki kepekaan sosial?, UIR hanya berorientasi pemasukan?, statement murahan yang selalu di gaungkan oleh kaum skeptis tanpa pernah tahu apa yang telah dicatat dan di berikan oleh UIR, UIR adalah Universitas yang diberikan kewenangan terhadap pengelolaan dana Beasiswa dari Pemerintah Provinsi Riau untuk 2 (dua) program studi unggulan daerah yaitu Program studi Kriminologi dan Teknik Perminyakan dimana setiap tahun diberikan 40 (empat puluh) orang mahasiswa per setiap prodi dari anak daerah sehingga mampu meningkatkan kemampuan intelektual pribadi dan daerahnya. selain itu beasiswa yang diberikan lainnya seperti Bidik Misi, PPA, BBM dan Institusi internal dengan harapan tujuan sederhana para pendiri untuk menghadirkan perguruan tinggi yang mampu di nikmati oleh masyarakat dapat tercapai.
Dapatkah kita bayangkan bila tujuan pendirian awal UIR ini tidak seperti yang digariskan oleh para pendiri tersebut?, atau dapatkah kita mencerna bagaimana orang-orang yang bekerja pertama sekali di UIR tidak dibayar dengan angka yang pantas?. dalam sebuah dialog sederhana, seorang karyawan UIR di masa-masa awal pernah mengatakan bahwa mereka bekerja hanya dengan dibayar harapan. Harapan yang sekarang mulai terwujud sesuai dengan semangat yaitu semangat dalam pembangunan infrastruktur yang mumpuni, pembangunan sumber daya yang andal, melakukan tujuan mulia dalam kesederhanaan, bekerja ikhlas dan tuntas.
“Education is Most Powerfull Weapon Which You Can Used To Change The World,” kata Nelson Mandela. Suatu bangsa yang besar dibangun dengan peradaban pendidikan yang baik, suatu tolak ukur melihat kemajuan bangsa adalah mereka yang menguasai bidang pendidikan dalam struktur pergerakan masa atau zaman yang semakin maju. Cita-cita sebagai tolak ukur pendidikan tinggi khususnya bagi perguruan tinggi swasta mungkin saat ini adalah suatu impian yang sudah terlewati bagi Universitas Islam Riau.
Dengan 9 Guru Besar dan 114 Doktor yang sebagian besar merupakan tenaga potensial muda, serta lebih ratusan tenaga dosen yang sedang menempuh studi lanjut doktoral di dalam dan luar negeri, membuat gerak laju Universitas Islam Riau menjadi semakin di perhitungkan di kancah Nasional. Tanpa perlu untuk menepuk dada, hal ini merupakan rangkaian panjang kisah pembangunan peradaban pendidikan yang dulu nya mungkin menjadi suatu hal yang masih dalam “renungan sebelum tidur” bagi sebagian besar masyarakat di Pekanbaru atau Riau.
Peran pembangunan peradaban pendidikan insan cendikiawan UIR baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional pun tidak perlu diragukan lagi saat ini, karena ada yang sudah mencapai level sebagai ahli geologi internasional, ahli perminyakan nasional, anggota KPU kota atau provinsi, dan lain sebagainya, yang sebaiknya harus dijabarkan dalam curriculum vitae masing masing cendikiawan tersebut.
Cita-cita mulia menjadikan universitas yang unggul di Asia Tenggara sudah semakin dekat. Geliat perkembangan zaman semakin nyata, pergantian generasi hal yang tak bisa ditunda. UIR sudah mempersiapkan hal tersebut dengan nyaman dan juga dengan tersistematis dan memiliki muara akhir tujuan yang jelas.
Jika dahulu UIR sangat bergantung dengan sumber daya dari berbagai stakeholder dari pihak lain, saat ini UIR sudah semakin mandiri dan mampu menyejajarkan dirinya untuk bersaing dan beradu paradigma dengan berbagai pihak. Begitu banyak perjalanan dan biografi pertumbuhan yang mungkin harus dibahas dalam halaman khusus di sebuah catatan perkembangan UIR dari masa ke masa.
Kalau merunut sejarah kebelakang hal ini tentu merupakan rangkaian sejarah ideologi dan idealisme yang dibangun berdasarkan niat baik dari seluruh warga, rakyat, masyarakat dan juga siapapun yang terdapat dan pernah hadir dalam perjalanan panjang 57 tahun UIR sampai saat ini. Semoga niat baik ini akan terus hadir dalam perjalanan 58, 134 atau mungkin 526 tahun yang akan datang dengan segala lika liku dan juga aral yang bukan menjadi penghalang, melainkan sebagai kekuatan besar bagi investasi anak bangsa ke depan.
Penulis: Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau