RIAUMANDIRI.CO, Jakarta -- DPR resmi mengusulkan Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK menjadi usulan DPR. Usulan Badan Legislasi (Baleg) tersebut berjalan mulus melalui rapat paripurna yang digelar Kamis (5/9/2019).
"Dengan demikian 10 fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing. Pendapat fraksi terhadap RUU usul badan legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK dapat disetujui jadi usul DPR RI?," tanya Wakil Ketua DPR selaku pimpinan rapat Utut Adianto melempar pertanyaan kepada peserta sidang.
Seluruh peserta rapat yang hadir pun kompak menjawab "setuju" usulan tersebut. Pandangan fraksi hanya disampaikan tertulis dan langsung disampaikan ke pimpinan DPR. Tidak ada pula interupsi dari para anggota yang hadir.
Selain merevisi UU KPK, DPR juga mengesahkan perubahan UU Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). DPR secara mengejutkan kembali mengusulkan agar UU KPK revisi. Padahal upaya revisi tersebut kerap mendapat penolakan dari masyarakat.
Wakil Ketua KPK RI Laode M. Syarif menolak rencana Badan Legislatif DPR yang mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK belum membutuhkan perubahan aturan. "Yang jelas KPK tidak membutuhkan perubahan UU KPK," kata Laode, Rabu (4/9).
Pimpinan Baleg DPR telah mengirim surat kepada Wakil Ketua DPR RI tertanggal 3 September untuk menjadwalkan penetapan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang KPK.
RUU tersebut di atas telah diputuskan dalam rapat Badan Legislatif pada 3 September sebagai RUU usulan Badan Legislatif. "Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya RUU dimaksud dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR RI tersebut," demikian disebutkan Wakil Ketua Baleg DPR RI Sudiro Asno dalam suratnya.
Berikut materi muatan revisi UU KPK tersebut;
1. Kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meski KPK merupakan cabang kekuasaan eksekutif, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada peraturan di bidang aparatur sipil negara
2. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun, pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
3. KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia. Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
4. di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan korupsi, setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggara negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan
5. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang. Dewan Pengawas KPK tersebut dalam menjalankan tugas dan wewenang dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
6. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut bila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan atau berdasarkan putusan praperadilan.
"Kami tidak diberi tahu soal substansi RUU tersebut," tambah Laode.**