RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau akhirnya meningkatkan status perkara dugaan kredit fiktif di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Ujung Batu, Rokan Hulu (Rohul) ke tahap penyidikan.
Pengusutan perkara itu dilakukan berdasarkan laporan manejemen BRI ke Korps Adhyaksa Riau beberapa waktu. Atas hal itu, Kepala Kejati Riau langsung menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlid) dengan nomor: Print-08/L.4/Fd.1/07/2019 tertanggal 15 Juli 2019 tentang Penyelidikan Dugaan Korupsi Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tahun 2017 hingga 2018 pada PT BRI Kantor Cabang Ujung Batu.
Atas sprinlid itu, satu persatu pihak diundang untuk diklarifikasi, seperti Rusdi, Kepala Cabang (Kacab) BRI Ujung Batu saat perkara itu terjadi. Juga ada nama Danna, Hamdani dan Slamet Riyadi. Mereka ada pegawai di bank tersebut.
Tidak hanya itu, sejumlah nasabah yang namanya tercatat sebagai pengaju kredit juga dilakukan proses yang sama. Di antaranya, Darmin, Ade Hermawan, Sumitra, Zulpaini, Suarisman, dan Ponijo.
Lalu, nasabah atas nama Suhedi, Syaiful Tarigan, dan Sulaiman, Suhaili serta yang lainnya. Juga, klarifikasi juga dilakukan terhadap M Rois Zakaria selaku Kepala Desa Aliantan, Rohul.
Setelah yakin proses penyelidikan rampung, Tim Penyelidik kemudian melakukan gelar perkara, Senin (2/9). Dari hasil gelar itu, Jaksa meyakini adanya peristiwa pidana dalam kegiatan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tahun 2017 hingga 2018 di bank tersebut.
"Hasil ekspos tadi tim (penyelidik) sepakat meningkatkan status perkara dugaan korupsi kredit fiktif di BRI Cabang Ujung Batu dari penyelidikan ke penyidikan," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi, Senin (2/9/2019).
Dengan peningkatan status itu, kata Hilman, penyidik selanjutnya akan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Itu dilakukan untuk mencari alat bukti guna menetapkan pihak yang akan bertanggung jawab dalam perkara tersebut.
"Penyidik nanti akan memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Ini akan dilakukan dalam waktu dekat," imbuh mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo.
Sebelumnya, dari keterangan salah seorang pihak yang diklarifikasi Jaksa, atas nama Suhaili, terdapat 18 orang nasabah dalam pengajuan kredit itu. Masing-masing mereka meminjam uang senilai Rp500 juta. Namun yang mereka terima tidak sebanyak itu, melainkan bervariasi sekitar Rp3 juta hingga Rp4 juta perorang.
Dalam pengajuan kredit saat itu, mereka didatangi oleh seseorang warga yang bernama Sudir. Lalu, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) milik mereka dipinjam sebagai syarat untuk pengajuan kredit.
Kredit yang diajukan untuk membuka veron atau tempat penyimpanan sementara tandan buah sawit.
Meski begitu, para nasabah itu tidak mengetahui agunan dalam pengajuan kredit tersebut. Begitu juga dengan pembayaran kredit.
Dari informasi yang dihimpun, kredit yang dicairkan mengalami macet. Belakangan, pihak bank diketahui sulit untuk eksekusi terhadap agunan, karena diduga fiktif.