RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution mengatakan, penyegelan Gereja GPdI Efata di Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir terjadi karena kesalahpahaman antara jemaat gereja dengan masyarakat di sana.
"Saya kira konflik ini karena koordinasi yang belum dipahami dengan baik. Sebelumnya semua pihak sudah melakukan rapat pendahuluan yang melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kepolisian, TNI, pemda, termasuk dari MUI," kata Edy Natar, Rabu (28/8/2019).
Menurut dia, pada rapat tersebut sudah menghasilkan kesepakatan bersama. Namun dalam pelaksanaannya terjadi kesalahpahaman.
Menyikapi hal ini, dia mengatakan, Bupati Indragiri Hilir dan pihak-pihak terkait hari ini melakukan rapat koordinasi membahas masalah tersebut.
"Sore ini kita juga akan menggelar rapat tingkat provinsi membahas masalah ini. Kita berharap kejadian ini tidak terulang lagi ke depannya. Kita sinergikan lagi supaya keberagaman di Riau lebih baik lagi, rasa kebersamaan harus kita rajut," tambahnya.
Menurut dia semua pihak harus duduk bersama mencari solusi atas masalah ini. Hal ini harus segera dilakukan untuk menghindari konflik sosial lebih jauh lagi.
Sebelumnya, Satuan Kepolisian (Satpol) Pamong Praja Kabupaten Indragiri Hilir didampingi kepolisian setempat menghentikan prosesi ibadah yang sedang berlangsung di Gereja GPdI Efata di Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir pada Minggu (25/8/19).
Penghentian aktivitas ibadah itu atas permintaan masyarakat setempat yang meminta gereja tersebut direlokasi 15 kilometer dari permukiman warga. Namun permintaan warga itu tidak diindahkan jemaat gereja lantaran merasa kejauhan jika harus pindah lokasi gereja.
Satpol PP lantas menyegel gereja tersebut berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir No. 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tentang Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan yang ditandatangi oleh Wakil Bupati Indragiri Hilir Syamsuddin Uti tanggal 7 Agustus 2019. Surat tersebut diklaim sebagai hasil kesepakatan bersama pihak-pihak terkait.
Reporter: Rico Mardianto