PEKANBARU (HR)-Meski sudah banyak disorot, namun keberadaan ratusan imigran gelap di Kota Pekanbaru tampak belum ada perubahan. Mereka masih bebas berkeliaran di Kota Bertuah. Bila tidak diawasi secara serius, dikhawatirkan para imigran tersebut semakin bebas sehingga bisa membawa misi terselubung.
"Saat ini jumlah mereka sudah banyak, hampir mencapai 600 orang. Meski sudah banyak disorot, mereka masih bebas berkeliaran dan bergaul dengan masyarakat. Pemerintah harus benar-benar memikirkan ini. Sebab, tidak tertutup kemungkinan ada misi terselubung di balik itu," ujar anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri, Kamis (19/3).
Dalam pandangannya, ada beberapa hal yang patut menjadi catatan, terkait semakin bertambahnya imigran gelap tersebut di Ktoa Bertuah. Salah satunya, kedatangan mereka tampak terstruktur. Selain itu, kebanyakan dari mereka tampak dari golongan orang-orang mampu. Hal itu bisa dilihat mereka masih bisa melakukan aktivitas rutin harian seperti berbelanja. Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa mereka mampu membayar mahal agar bisa sampai ke Pekanbaru.
"Kita kawatir ada misi tertentu dari mereka. Kalau sekedar mencari suaka, rasanya tak mungkin," tambahnya.
Namun politisi Demokrat ini mengakui, Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau secara umum, memang bisa menjadi sasaran empuk untuk pelarian para imigran. Sebab secara geografis, Riau memiliki wilayah perairan yang cukup luas dan terintegrasi langsung dengan negara luar.
"Ditambah lagi kondisi daerah Riau saat ini belum memiliki sistem keamanan yang kuat," tambahnya.
Belum Ada Tindakan
Sedangkan anggota DPRD Pekanbaru lainnya, Mulyadi, menilai masih bebasnya imigran gelap berkeliaran di Pekanbaru, disebabkan belum ada kebijakan atau action dari Pemko Pekanbaru dan instansi terkait.
"Hal ini juga menimbulkan kesan, Pekanbaru menjadi daerah yang empuk untuk didatangi. Sehingga jumlah mereka terus bertambah karena selalu saja ada yang datang dan masuk ke Pekanbaru," ujarnya.
Menurutnya, seharusnya Pemko Pekanbaru dan Kantor Imigrasi benar-benar memperhatikan hal ini. Sebab, saat ini para imigran gelap itu sudah semakin bebas dan leluasan berkeliaran di pusat perbelanjaan, tempat hiburan, bahkan ada yang disebut berprofesi menjadi gigolo.
Tidak itu saja, Tengku Azwendi juga menyorot para imigram gelap yang saat ini mulai akrab dengan remaja dan mahasiswa. "Barangkali untuk saat ini para mahasiswa berinteraksi sekedar belajar memahami bahasa asing. Namun ke depannya kita kan belum tahu. Apalagi jika ada di antara imigran itu memiliki misi tertentu," ingatnya.
Idealnya, pemerintah baik Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru, sebaiknya membuat langkah tegas dan mengumpulkan mereka pada satu tempat, sehingga tidak bercampur dengan masyarakat. "Idealnya, pemerintah menyediakan tempat khusus untuk mereka, sehingga pemantauan dan pengawasan bisa berjalan baik," ujarnya lagi.
Untuk saat ini, Azwendi meminta pemerintah menurunkan tim memantau aktivitas para imigran. Sehingga keberadaan mereka selalu terpantau. Sebab, beberapa waktu lalu pemerintah mewajibkan para imigran menggunakan tanda pengenal, namun belakangan ini, tanda pengenal itu mulai tak tampak lagi.
Sebelumnya, hal serupa juga disorot anggota Komisi III DPR RI, Hj Mukhniarty. Dalam pertemuan di Mapolda Riau belum lama ini, anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat daerah pemilihan Riau ini juga mempertanyakan keberadaan imigran gelap yang bebas berkeliaran di Pekanbaru.
Pasalnya, keberadaan mereka dinilai sudah mulai meresahkan masyarakat Kota Bertuah. Dalam kesempatan itu, Hj Mukhniarty berharap Polda Riau dan jajarannya mengawasi pergerakan para imigran, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menyikapi hal itu, Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan, mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan UNHCR dan Kantor Imigrasi. Dari keterangan UNHCR, dinyatakan kalau para imigran tersebut memang tidak bisa dipulangkan. "Karena itu sudah dibatasi dengan konsesus. Kita hanya bisa melakukan pengawasan," kata Dolly.
UNHCR juga menyatakan para imigran tidak bisa dilokalisir. Karena itu, UNHCR memang berharap agar itu tidak terjadi. "Kalau diadakan, berarti UNHCR menginginkan adanya imigran," tukasnya. (ben)