RIAUMANDIRI.CO, GAZA – Di tengah sulitnya kondisi kehidupan karena krisis ekonomi, politik, dan sosial, umat Muslim di jalur Gaza, Palestina tengah bersiap menghadapi perayaan Idul Adha atau hari raya kurban.
Kendati libur hari raya sudah semakin dekat, belum ada dekorasi yang menghias pasar-pasar di Gaza. Bahkan meski banyak barang yang dijual di pasar, tetapi sebagian besar warga tak mempunyai kemampuan untuk membelinya bahkan hingga kebutuhan dasar termasuk roti, beras, dan daging.
Misalnya saja pasar Al Zawia yang dianggap sebagai pasar terbesar dan paling ramai di Gaza, Palestina. Namun, sejumlah besar warga datang ke pasar setiap harinya sekadar untuk berjalan-jalan.
“Saya melihat barang-barang di pasar, tetapi saya tidak dapat membeli apa pun dari toko-toko karena biayanya yang tinggi dan saya tidak punya uang,” kata Halima al-Shaikh seorang warga Gaza seperti dilansir Xinhua pada Kamis (8/8).
“Dulu para perempuan (Di Gaza) biasanya membutuhkan sepekan untuk mempersiapkan Idul Adha. Tapi sekarang tak ada lagi perayaan. Hari-hari tampaknya biasa saja,” katanya.
Di sudut pasar seorang pekerja jasa perbaikan sepatu, Ahmed Abu Nowfal mengatakan dirinya tak dapat membeli pakaian dan sepatu baru untuk dua putranya yang masih kecil.
“Beberapa langganan saya juga meminta saya untuk mengubah warna sepatu anak-anak mereka agar bisa memberi tahu bawa mereka membeli sesuatu yang baru,” kata Nowfal.
“Saya punya 10 shekel, Jadi dari pada menghabiskan lebih dari 200 shekel untuk pakaian baru saya lebih suka memperbaiki sepatu, tas dan pakaian untuk menghemat uang,” kata Suhaila Mohammed seorang warga Gaza lainnya.
Berbelanja pakaian baru untuk anak-anak dan permen untuk menyambut kerabat yang berkunjung adalah kebiasaan rutin untuk menandai kesempatan ini.
Momentum musiman ini menghidupkan kembali daya beli di pasar, yang dianggap sebagai peluang bagus bagi para pedagang untuk mendapatkan lebih banyak uang. Tetapi situasinya berbeda untuk pasar pedagang Gaza termasuk Mohammed Aljamal yang menjual barang-barangnya di toko, meski banyak pembeli lebih suka berbelanja di penjual jalanan, barang bekas dan barang yang lama. Situasi sangat sulit,” katanya.
Israel memberlakukan blokade ketat di Jalur Gaza sejak 2007, tepat setelah gerakan Hamas Islam memerintah daerah itu setelah pertempuran dengan pasukan setia Otoritas Palestina. Sejak itu, ekonomi di Jalur Gaza telah memburuk dengan kondisi kehidupan yang sulit bagi rakyatnya.