RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wati (Forhati) menolak dengan tegas draf Rancangan Undang- Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS).
Koordinator Presidium Majelis Nasional Forhati Hanifah Husein, dalam siaran persnya, Senin (15/7/2019) mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pengkajian terhadap RUU P-KS yang kini sedang dibahas di DPR RI.
Berdasarkan pengkajian Forhati, ungkap Hanifah, hampir seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam RUU P-KS telah termuat di RUU-KUHP, UU KDRT, UU Perlindungan Anak dan lainnya.
Secara sosiologis, draf RUU P-KS ini dinilainya sarat dengan muatan feminisme dan liberalisme sehingga memungkinkan adanya celah legalisasi tindakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transseksual) dan Pergaulan Bebas yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sosial didalam masyarakat.
Kemudian secara filosofis draf RUU P-KS ini diniali Forhati bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut oleh bangsa Indonesia.
"Secara umum, Forhati memandang draf RUU P-KS bertentangan dengan Pancasila dan budaya bangsa Indonesia. Atas dasar pertimbangan itu, maka dengan ini Majelis Nasional Forhati menolak dengan tegas draf RUUP-KS) ini, tegas Hanifah.
Karena itu, Majelis Nasional Forhati mengusulkan draf RUU P-KS diubah menjadi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kejahatan Seksual. Karena kata Kejahatan memiliki makna lebih luas dan Komprehensif.
Forhati meminta pemerintah dan DPR RI untuk membuat RUU Penghapusan Kejahatan Seksual secara komprehensif untuk perlindungan terhadap perempuan dengan menerima masukan atau usulan dari aspirasi seluruh elemen masyarakat.
Kemudian, Forhati mengajak seluruh elemen masyarakat, lembaga Adat, lembaga agama, organisasi massa, organisasi pelajar, mahasiswa dan pemuda untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya mengantisipasi penyakit sosial terutama perihal kejahatan seksual, penyimpangan seksual (LGBT), pergaulan bebas, narkotika dan kerusakan moral lainya.
Reporter: Syafril Amir