RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) akan menjadi penentu dalam memperebutkan kursi Ketua MPR 2019-2024 oleh partai politik yang lolos ke Senayan karena pemilihannya dilakukan dengan sistem paket.
Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas (Gerindra) dalam diskusi bertema 'UU MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan Jalan Tengah atau Jalan Buntu?' di Media Center DPR, Selasa (25/6/2019) menyebutkan, dari lima kursi pimpinan MPR, hanya empat untuk jatah fraksi-fraksi di DPR.
"Kalau kita lihat komposisinya, jatah pimpinan MPR itu hanya empat untuk diperebutkan fraksi-fraksi yang ada di DPR dan satu kursi jatah DPD yang sudah pasti tidak bisa diambilalih. Soal mau jadi ketua ataupun wakil ketua, itu bagi DPD nanti di dalam pertarungan dan terbentuknya sebuah paket," jelas Supratman.
Apakah koalisi pengusung capres akan berlanjut sampai pemilihan pimpinan MPR? Menurut Supratman, baik koalisi BPN (pengusung Prabowo-Sandiaga) maupun TKN (pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin) bisa saja mencair karena masing-masing partai menginginkan duduk di pimpinan MPR.
"Jadi tidak ada yang bisa menjamin bahwa dengan TKN semua yang bersatu sekarang dalam satu koalisi karena lihat jatahnya cuma empat. Padahal partainya lebih dari itu dan semua pasti menginginkan hal yang sama. Ini pasti akan dinamis. Begitu juga dengan BPN pasti akan dinamis," kata politisi partai Gerindra itu.
Karena menurut Supratman, semua partai besar sekarang ini sudah menggadang-gadangkan orangnya untuk menjadi Ketua MPR, PKB sudah mengusulkan ketua umumnya dijadikan sebagai ketua MPR. Kemudian Golkar juga sudah menggadang-gadangkan orangnya.
"Tentu PDIP juga tidak mau kehilangan. Kami Gerindra juga berkeinginan untuk ke sana. Jadi semua partai berkeinginan, sementara jatah itu hanya empat. Jadi pasti akan sangat dinamis dan saya tidak percaya kalau kemudian koalisi itu nanti akan sama persis seperti yang ada di koalisi pilpres," ujar Supratman.
Menurut hitungan-hitungan Supratman, siapa yang akan menjadi Ketua MPR itu nantinya akan sangat ditentukan kemana DPD akan berlabuh dan juga apakah suara perseorang DPD itu bisa menyatu.
"Saya rasa akan sangat ditentukan kemana DPD akan berlabuh dan apakah DPD itu bisa menyatu atau suara perorangannya itu bisa lebih besar kita belum tahu. Saya yakin konstalasinya akan berubah karena mungkin saat ini belum terlihat tokoh sentral yang bisa menyatukan itu. Pasti akan terjadi kelompok-kelompok juga. Nah, itu akan sangat berpengaruh terhadap paket yang akan terbentuk di MPR," kata Supratman.
Namun yang lebih penting dari siapa yang duduk di pimpinan MPR itu, Supratman berharap pimpinan MPR yang akan datang mampu menyelesaikan pekerjaan besar yang menjadi rekomendasi MPR sekarang ini, yaitu menyusun GBHN.
Karena GBHN itu sudah menjadi kesepakatan hampir semua fraksi di MPR , maupun pimpinan parpol. Rekomendasi yang dihasilkan periode saat ini bisa diteruskan. Itu lebih fundamental, bukan sekedar siapa yang memimpin kelembagaan MPR, tetapi produknya apa, kewenangannya apa.
Minimal saat ini diberi kewenangan dalam hal-hal tertentu itu harus dimaksimalkan. Sehingga MPR itu tidak hanya menjadi sebuah lembaga negara dengan simbol-simbolnya tetapi menyangkut hal-hal yang lain yang prinsip yang diberi kewenangan tapi tidak bisa mengambil sebuah keputusan.
"Buat saya tidak penting siapa saja yang akan menjadi ketua, siapa yang akan menjadi pimpinan, tetapi yang paling penting adalah, apakah dengan segala kemampuan, kewenangan dan pembiayaan yang diberi oleh undang-undang dengan memaksimal kewenangan itu untuk kepentingan rakyat," kata Supratman.
Anggota Fraksi PDIP Andreas Hugo Pariera lebih cenderung pemilihan pimpinan MPR itu dilakukan melalui musyawarah. "Seharusnya dimusyawarahkan dulu antara pimpinan partai untuk melihat MPR seperti apa ke depan," kata Andreas.
Kemudian mengutus siapa dan Ketua MPR ini diminta memberikan tanggungjawab untuk menyusun agenda-agenda yang sudah disepakati oleh para pimpinan partai. "Jadi prinsip musyawarah yang seharusnya lebih dikedepankan di sini, bukan soal kuat-kuatan kepentingan dari masing-masing partai politik," kata Andreas.
Sedangkan Anggota Fraksi PKS DPR RI, Nasir Djamil tidak begitu mempedulikan siapa saja yang duduk di pimpinan MPR, DPR maupun DPD. Yang penting bagi dia bisa menguatkan konsolidasi demokrasi.
"Saya pikir, siapapun nantinya yang memimpin MPR, DPR dan DPD, ujung-ujungnya harus ke sana, yaitu harus menguatkan konsolidasi demokrasi," ujarnya Nasir.
Reporter: Syafril Amir