RIAUMANDIRI.CO, SIAK - Direktur PT Duta Swakarya Indah, Suratno Konadi dan mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Siak, Teten Effendi dituntut penjara selama dua tahun enam bulan dalam perkara dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Siak dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Siak, Selasa (18/6/2019).
"Menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Siak yang memeriksa perkara ini agar memutuskan dan menyatakan terdakwa Teten Effendi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta menggunakan surat palsu," kata JPU, HerlinaSamosir.
Hal tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat 2 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Oleh sebab itu dimintanya agar hakim menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Teten Effendi dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dengan perintah agar terdakwa ditahan.
Tuntutan yang sama juga disampaikan untuk Direktur PT DSI, Suratno Konadi. Keduanya diminta juga membayar beban perkara Rp2.000.
Dalam tuntutannya, jaksa menguraikan analisa pidana terkait kasus terkait SK Pelepasan Kawasan Hutan oleh Menhut tahun 1998. Menurut jaksa SK tersebut dinilai tidak berlaku karena PT DSI tidak dapat mengurus Hak Guna Usaha untuk dijadikan Kebun Sawit itu dalam jangka waktu satu tahun.
Dengan demikian surat dianggap palsu dan tidak berlaku lagi ketika digunakan oleh PT DSI untuk pengurusan izin lokasi dari Bupati Siak. Akan tetapi PT DSI tetap mengajukan izin seluas 13.000 hektare lebih dengan SK tersebut pada 2003 dan 2004 meskipun ditolak oleh Bupati Siak saat itu, Arwin.
Selanjutnya pada tahun 2016 PT DSI kembali mengajukan izin lokasi dengan tandatangan Direktur, Suratno Konadi. Saat itu, Teten Effendi menjabat Kepala Bidang Pengukuran di Dinas Pertanahan yang mengurus izin tersebut ke bupati hingga disetujui izin lokasi dengan luas 8000 hektare lebih.
Pada 2009, Teten ketika menjabat Kadishutbun Siak mengurus Izin Usaha Perkebunan PT DSI yang juga melampirkan SK Menhut yang dianggap sudah tidak berlaku tersebut. Padahal untuk persyaratannya PT DSI juga belum memenuhi karena belum menguasai 50 persen lahan.
"SK tidakberlaku lagi dan PT DSI tak dapat lagi mengklaim, memilikiketerkaitan dan hubungan hukum lagi dengan objek lahan," kata jaksa.
Persidangan Majlis hakim diketuai Roza El Afrina dan didampingi dua hakim anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular. Kasus ini sendiri berawal dari laporan masyarakat bernama Jimmy. Lahannya seluas 84 ha masuk ke dalam izin lokasi PT DSI yang dikeluarkan Pemkab Siak.