BUNGARAYA (HR)-Sengketa lahan di Kampung Jatibaru antara Dusun Jatimulya dengan Dusun Srimessing sampai saat ini belum terselesaikan. Kedua belah pihak saling mempertahankan hak-haknya dan tidak mau mengalah. Bahkan ada yang mengancam kalau ada pihak lain yang mengarap lahan tersebut akan dibacok.
"Apapun ceritanya, kalau masalah lahan ini belum diselesaikan, dan ada pihak warga baik dari Dusun Jatimulya atau Srimessing yang melakukan aktivitas di lahan yang bersengketa akan saya bacok di tempat. Karena sampai saat ini saya putus asa dengan permasalahan ini yang tidak ada titik terangnya," ujar Tarman, Ketua RT 02, Selasa (17/3) di Gedung Serbaguna, Kampung Jatibaru.
Dikatakan Tarman, agar permasalahan ini tidak berlarut-larut maka diharapkan Pemda Siak atau pihak terkait segera mencari solusinya. Selain itu, Tarman meminta pihak terkait segera turun untuk melakukan pengukuran tapal batas.
"Suasana yang panas seperti ini dan selalu diundur-undur terus untuk memecahkan masalah ini, kami tegaskan agar masing-masing warga tidak melakukan aktivitas di sana. Apalagi mencoba menanami lahan tersebut dengan sawit atau karet. Kalau masalah lahan yang kami punya ini diutak-atik, maka kami akan berontak. Kami akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan walaupun dipenjara sekalipun kami tidak takut, karena lahan tersebut satu-satunya harapan kami," ungkapnya.
Miskam, Ketua RW 01 Dusun Jatimulya, juga bingung terkait sengketa lahan ini. Padahal sengketa lahan ini sudah berlangsung lama, namun tak ada penyelesaiann. Bahkan saat ini suasananya makin panas.
"Permasalahan lahan ini makin panas. Pasalnya kedua belah pihak di lahan yang sengketa itu terus melakukan perlawanan. Kalau warga Jatimulya menanam di lahan tersebut, warga Sri Messing mencabuti tanaman itu, demikian sebaliknya. Jadi masalah ini bukan masalah sepele lagi, ini benar-benar serius yang ujung-ujungnya kalau tidak segera diselesaikan secara kekeluargaan akan terjadi pertumpahan darah di sana," ungkapnya.
Nuril (34), ketua kelompok tani Jatimulya mengatakan, selama ini kejelasan dari perbatasan itu tidak ada. Hutan yang besar ia tumbang beserta kelompoknya pada tahun 2004 kemarin, namun setelah ditumbang dan bersih pihak dari Srimessing mencoba merebutnya.
"Hutan besar kami tumbang dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Setelah hutan itu terang dan bersih, ternyata ada yang mengaku lahan mereka, warga Dusun Srimessing. Itu kan dulunya warga Tramigrasi Swakarsa Mandiri (TSM), yang artinya mereka datang kemari dengan swadayanya. Seharusnya mereka datang kemari tidak mendapat jatah lahan maupun sawah, namun ini kebalikannya. Bahkan bikin warga Dusun Jatimulya asli transmigrasi tahun 80-aan merasa terganggu dan terampas hak-haknya," ungkapnya.
Sementara itu, Wagiman, Penghulu Kampung Jatibaru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan penyelesaian masalah perbatasan lahan antara Jatimulya dengan Srimessing ini.
"Kami meminta waktu untuk menyelesaikan masalah ini, namun anggaran belum ada untuk meminta pihak terkait turun ke lapangan. (gin)