Kasus Pemerkosaan Anak di Bawah Umur, Fahira Sesalkan Vonis Bebas Hakim

Kamis, 02 Mei 2019 - 22:33 WIB
Anggota DPD RI Fahira Idris.

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Senator atau anggota DPD RI Fahira Idris menyesalkan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong yang memvonis bebas pelaku pemerkosaan terhadap dua anak di bawah umur. 

"Kekerasan terhadap anak adalah ancaman nyata, tidak hanya bagi kemanusiaan tetapi keberlangsungan masa depan bangsa ini. Oleh karena itu, kasus ini harus mendapat perhatian serius dari MA dan Komisi Yudisial (KY)," kata Fahira, Kamis (2/5/2019).

Vonis hakim tersebut kata Fahira, telah memunculkan reaksi keras dari publik dan Mahkamah Agung (MA) bergerak cepat memberikan sanksi kepada ketiga hakim dan kepala PN Cibinong.

"Seharusnya hal ini tidak terjadi jika ketiga hakim tersebut memahami bahwa kekerasan terhadap anak sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sama seperti narkoba, korupsi, dan terorisme," kata Fahira.

Menurut Fahira, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang awalnya berbentuk Perppu tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak secara tegas dan gamblang menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak sudah dikategorikan kejahatan luar biasa. Perppu ini sendiri keluar karena ada keterdesakan semakin maraknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Konsekuensi dijadikannya kekerasan anak sebagai kejahatan luar biasa, sambung Fahira, adalah, selain sanksi hukum maksimal terhadap pelaku kekerasan terhadap anak mulai dari hukuman mati, seumur hidup, dan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual anak, proses hukum kasus kekerasan terhadap anak mulai di kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan juga harus mendapat perhatian ekstra dan mengutamakan hak-hak anak yang menjadi korban.

“Artinya, pelaku kekerasan terhadap anak sanksi hukumnya harus maksimal. Paling singkat itu 10 tahun. Bahkan jika anak yang menjadi korban mengalami luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku bisa dipidana mati, seumur hidup, dan minimal 20 tahun penjara dengan tambahan hukuman kebiri kimia bagi yang terbukti menjadi predator anak. Jadi proses hukum dan pidana bagi pelaku kekerasan anak, tidak main-main. Hakim harusnya paham hal ini,” tukas Aktivis Perlindungan Anak ini.

Senator atau Anggota DPD RI DKI Jakarta ini menilai, kekerasan terhadap anak adalah ancaman nyata tidak hanya bagi kemanusiaan tetapi keberlangsungan masa depan bangsa ini. Oleh karena itu, kasus ini harus mendapat perhatian serius dari MA dan Komisi Yudisial (KY).

“Kasus ini harus jadi prioritas untuk segera diselesaikan. Korban harus sepenuhnya mendapat keadilan dan negara wajib memenuhi hak-hak korban. Masa depan dan cita-cita kedua anak ini harus kita jaga bersama. Keadilan harus ditegakkan karena jika tidak, jihad kita melindungi anak-anak kita dari kekerasan akan sia-sia,” ujar Fahira.

Sebagai informasi, sebelumnya, PN Cibinong membebaskan HI, 41, dari tuntutan 14 tahun penjara setelah jaksa menuntut HI dengan hukuman 14 tahun penjara karena memperkosa dua anak tetangganya yang berusia 14 tahun dan 7 tahun. Namun, tuntutan 14 tahun penjara itu diabaikan majelis hakim dengan memvonis bebas pelaku sehingga mengundang perhatian dan reaksi keras dari masyarakat. 

Reporter: Syafril Amir

Editor: Moralis

Tags

Terkini

Terpopuler