RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sudah dua pekan, Komisi V DPRD Riau mengadakan rapat secara maraton dengan Dinas Pendidikan beserta kepala sekolah tingkat SLTA se-Provinsi Riau. Ini dilakukan untuk membahas mengenai masalah biaya pendidikan.
Demikian diungkapkan anggota Komisi V DPRD Riau Husaimi, Selasa (19/3/2019). Dikatakannya, rapat tersebut menindaklanjuti laporan yang disampaikan masyarakat yang mengeluhkan masih adanya pungutan dan iuran wajib yang dilakukan pihak sekolah kepada wali murid.
Atas hal itu, pihaknya hampir setiap hari melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, dengan tujuan agar tidak ada lagi beban biaya sekolah yang dibebankan kepada wali murid.
Sejauh ini, kata Husaimi, telah hampir separuh kepala sekolah dari 6 kabupaten/kota di Riau ikut dalam pertemuan. Rencananya rapat akan diadakan secara maraton untuk mendapat titik temu atas persoalan yang juga dialami pihak sekolah.
"Pertama, memang kami ingin mencari tahu dahulu berapa beban biaya yang diwajibkan sekolah ke wali murid. Biaya itu untuk apa rincinya. Karena sampai sekarang memang masih menjadi tanda tanya oleh masyarakat. Selain besaran biaya berbeda antar sekolah, wali murid juga tidak dipaparkan secara jelas uang yang dipungut untuk apa saja," ujar Husaimi kepada Riaumandiri.co.
Dikatakan Husaimi, pihaknya menginginkan agar tidak ada lagi pungutan yang dilakukan pihak sekolah kepada wali murid. Itu, katanya, bisa terwujud jika seluruh kebutuhan sekolah dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Menurutnya, itulah yang selama ini menjadi persoalan. Sehingga sekolah membebankan biaya pungutan kepada wali murid. Masalah lainnya adalah adanya miss komunikasi antara pihak sekolah dengan Dinas Pendidikan selaku perpanjang tangan pemerintah.
Seperti penyampaian kebutuhan sekolah secara rinci untuk setiap tahun ajaran. Padahal itu sangat penting agar dinas bisa mengakomodir kebutuhan sekolah, terutama yang bersangkutan dengan proses belajar mengajar.
Masih dikatakannya, untuk kebutuhan selain itu, seperti pembangunan sekolah, renovasi gedung, pembangunan musala dan lainnya, itu bisa memanfaatkan anggaran yang berasal dari APBN.
"Kalau seperti itu kan ada BOS yang bersumber dari APBN. Kalau proses belajar mengajar bisa kita upayakan melalui BOSDA yang bersembur dari APBD. Namun kan belum sinkron," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
"Harusnya ada detail atau rencana sekolah dalam 1 tahun ajaran. Di sana kita bisa tahu kebutuhannya, detail seperti apa," sambungnya.
Sementara ini, pihaknya akan terus memanggil seluruh kepala sekolah se-Riau sampai mendapat kesepakatan bersama.
Beberapa catatan penting yang diperolehnya selama pertemuan, bahwa untuk kepentingan di luar proses belajar mengajar masih dibebankan kepada wali murid. Dengan besaran yang berbeda-beda tiap sekolah. Jika memang itu dibolehkan, harusnya besaran yang dipungut juga diseragamkan. Sehingga tidak menjadi tanda tanya.
Di samping itu, pihaknya juga akan mengupayakan bagaimana dana pendidikan untuk tahun anggaran 2020 bisa mengakomodir kebutuhan sekolah. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk membebankan biaya kepada wali murid.
Hal itu, lanjutnya, selaras dengan visi dan misi Gubernur yang baru untuk menciptakan sekolah gratis di Bumi Lancang Kuning. Sehingga ada keselarasan antara eksekutif dan legislatif.
"Kami sangat yakin dengan Pak Syamsuar. Karena memang selama memimpin Kabupaten Siak beliau berhasil. Ini yang kami harapkan juga terlaksana di Provinsi Riau. Saya rasa tidak akan terlalu sulit untuk mewujudkan sekolah gratis 2020. Karena antara eksekutif dan legislatif sudah sama-sama selaras," pungkas Husaimi Hamidi.
Rapat dengar pendapat Komisi IV DPRD Riau dengan sejumlah stakeholder membahas penyebab rusaknya jalanan di Provinsi Riau
Dewan Minta Kendaraan ODOL Ditindak Tegas
Sementara itu, DPRD Riau juga meminta pihak terkait untuk menindak tegas kendaraan over dimensi dan over load (ODOL). Kendaraan tersebut diduga sebagai penyebab utama rusaknya jalanan di Provinsi Riau.
Demikian ditegaskan anggota Komisi IV DPRD Riau Abdul Wahid, kepada Riaumandiri.co, Selasa (19/3). Dikatakannya, pihaknya telah melaksanakan rapat dengar pendapat dengan sejumlah instansi terkait membahas mengenai kerusakan jalan di Riau.
Dari rapat yang telah dilaksanakan sebelumnya, diketahui penyebab utama kerusakan jalan adalah akibat maraknya kendaran ODOL. Dimana rata-rata muatan kendaraan tersebut melebih muatan sumbu terberat jalan. Tak ayal, hampir 50 persen jalan provinsi mengalami kondisi rusak parah.
Adapun pihak terkait itu, di antaranya Dinas Perhubungan, pihak Kepolisian, dan perusahaan pengangkut crude palm oil (CPO) yang disinyalir merupakan penanggung jawab atas pengoperasian kendaraan odol. Rapat tersebut untuk mencari solusi atas masalah tersebut.
"Kemarin kami sudah mengundang seluruh stake holder terkait. Sekarang tinggal actionnya. Bagaimana kendaraan yang over itu, baik dari muatan maupun dimensi ukuran kendaraan itu ditindak tegas. Tilang di tempat kemudian tahan kendaraannya," ujar Abdul Wahid.
Dijelaskannya, muatan sumbu terbesar jalan di Riau hanya berkisar 8-10 ton. Sementara muatan sebuah truk pengangkut CPO melebihi itu. Hal itu tidak bisa terbantahkan lagi. Karena kasus tersebut juga diperkuat oleh temuan Dishub di lapangan.
Namun Dishub dalam rapat bersama itu menyampaikan, mereka memiliki keterbatasan dalam mengambil tindakan. Baik dari segi personil maupun anggaran. Sehingga perlu adanya dorongan anggaran dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kerusakan jalan.
"Memang para pengusaha yang kami undang ke rapat sempat berkilah. Kata mereka itu bukan salah angkutan CPO. Kemudian Dishub bersama Kepolisian yang hadir mengeluarkan data konkrit. Sehingga mereka tidak lagi bisa membantah. Saya bilang silahkan bantah (data) ini. (Tapi) Ga ada yang bantah," sebut Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sementara ini, Dishub dan Kepolisian telah menyepakati untuk melaksanakan razia rutin secara bersama untuk menindak kendaraan ODOL. Bahkan ada permintaan dari DPRD agar kendaraan yang over dimensi langsung dibongkar di tempat. Sehingga memberikan efek jera yang sangat luar biasa.
Jika tidak begitu, kata Wahid, maka angkutan yang melanggar akan terus merusak jalan yang ada di Provinsi Riau. Sehingga uang yang dimiliki pemerintah habis hanya untuk perbaikan jalan.
"Kepada pengusaha kami juga minta kesepakatan supaya mereka tidak lagi menggunakan angkutan ODOL. Harus yang sesuai standar. Mereka harus laksanakan itu. Kalau ada nanti tertangkap kendaraan, kita akan cari tau perusahaan mana, bila perlu di rekomendasi agar dibekukan izin operasinya. Gampang kalau kita semua mau," pungkas Abdul Wahid.(ADV)