RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU -Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Uung Abdul Syakur, telah menginstruksikan jajarannya untuk menindaklanjuti temuan Rp1,7 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya.
Temuan itu sebelumnya disampaikan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kala menggelar rapat bersama lima daerah yang mendapatkan catatan BPK itu, di Kantor Gubernur Riau pada Rabu (30/1) lalu.
Di antaranya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, Bengkalis, dan Indragiri Hulu (Inhu). Lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Dumai dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Temuan Rp1,7 triliun itu hingga kini diketahui belum ditindaklanjuti pemerintah daerah di Provinsi Riau.
Jika dirincikan, total kerugian negara tersebut, yakni Pemprov Riau Rp972,4 miliar, Pemkab Bengkalis Rp271,2 miliar, Inhu Rp 240,8 miliar, Dumai Rp71,7 miliar dan Siak Rp145,8 miliar.
Dikatakan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Subekhan, hingga kini pihak BPK RI belum menyampaikan laporannya ke Korps Adhyaksa Riau itu. Meski begitu, dia menegaskan jika pimpinan Kejati Riau telah menginstruksikan jajarannya untuk menindaklanjuti.
"Itu belum ada laporannya (dari BPK). Perintahnya terakhir Pak Kajati itu, masing-masing Kejari (Kejaksaan Negeri, red) disuruh menindaklanjuti," ungkap Subekhan kepada Riaumandiri.co, Minggu (17/3/2019).
Upaya tindak lanjut itu, katanya, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Bisa dilakukan oleh bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) ataupun melalui upaya penindakan hukum yang dilakukan bidang Pidana Khusus (Khusus).
Di bidang Datun, bisa dilakukan melalui upaya Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR). Upaya itu dilakukan jika temuan BPK itu masih dalam waktu tenggat waktu 60 hari setelah terbitnya LHP. "Tindaklanjutnya bisa dengan melalui Datun yang 60 hari itu," kata dia.
Namun jika telah lewat masa 60 hari, dan ditemukan adanya indikasi penyimpangan, bisa dilakukan upaya penegakkan hukum.
"Kalau memang ada telaahan tindak pidananya, baru dilakukan penyelidikan," ujar dia.
Namun begitu, Subekhan menyampaikan jika hingga kini upaya tindak lanjut itu masih dilakukan pihaknya dan masing-masing Kejari. Sehingga belum diketahui, apakah temuan Rp1,7 triliun itu bisa ditindak melalui upaya penegakkan hukum oleh bidang Pidsus.
"Tapi ya belum sampai di situ (penegakkan hukum,red). Masih ditindaklanjuti di masing-masing Kejari," pungkas Subekhan.
Kembali soal pertemuan BAP DPD RI dengan sejumlah pemerintah di Riau. Saat itu, Inspektur Daerah Provinsi Riau, Evandes Fajri mengatakan, salah satu yang menyebabkan ditemukannya kerugian negara tersebut yakni adanya rekanan yang menghilang di tengah kontrak kerja dan tidak bisa dihubungi lagi.
"Kalau kaitannya dengan pejabat, ada majelis tuntutan ganti rugi namanya. Nanti dipanggil yang bersangkutan diminta untuk memberikan jaminan ganti rugi tanah atau rumah sesuai dengan jumlah kerugian negara," terang Evandes kala itu.
Menanggapi hal itu, Ketua BAP DPD RI, Abdul Gafar Usman mengatakan, pihaknya menyiapkan diri kepada daerah untuk mediasi kepada BPK Pusat. Namun itu tentunya harus melampirkan syarat administrasi.
"Misalnya orangnya sudah meninggal, tentu harus ada bukti meninggal. Lalu ahli warisnya tidak mampu membayar hasil temuan BPK, tentu harus ada surat keterangan tidak mampu," tanggap senator asal Riau itu.
Reporter: Dodi Ferdian