RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali menghentikan penyelidikan perkara yang ditanganinya. Kali ini, penghentian perkara itu dilakukan terhadap dugaan penyimpangan pembangunan drainase Paket B Kota Pekanbaru tahun 2017.
Seperti sebelumnya, Korps Adhyaksa Riau itu berdalih belum menemukan perisitiwa pidana dan bukti yang cukup untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Kesimpulan ini dihasilkan tim penyelidik setelah melakukan gelar perkara pada pekan lalu.
"Sudah (ada kesimpulan). Hasilnya belum ditemukan adanya peristiwa pidana (dalam perkara itu). Sehingga penyelidikan belum bisa dilanjutkan," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Subekhan saat dikonfirmasi Riaumandiri.co, Selasa (5/3/2019).
Dalam penanganan perkara ini, tim penyelidik telah melakukan klarifikasi terhadap 7 orang. Proses klarifikasi itu sudah dimulai sejak awal Januari 2019 ini.
Adapun tujuh orang itu adalah Eri Ikhsan yang merupakan Kepala Seksi (Kasi) Pemeliharaan UPT Wilayah I Dinas PUPR Riau, sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Bendahara Pengeluaran, Wastri Lestari. Keduanya diperiksa pada Kamis (3/1) kemarin.
Sehari berselang, klarifikasi dilakukan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hafrizal Herwin. Dia diketahui merupakan Kepala Bidang (Kabid) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dinas PUPR Riau. Selain Hafrizal, juga hadir Idris David Fernando yang merupakan Konsultan Pengawas dari CV Aditama Karya.
Lalu, Candra Alfandi, pihak rekanan dari PT Mulia Sejahtera, dan Jenevil selaku Konsultan Perencana dari PT Mitra Utama Estuari. Keduanya diklarifikasi pada Senin (7/1) kemarin.
Sementara pada Selasa (8/1), klarifikasi dilakukan terhadap Kasi Perencanaan dan Pengendalian Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dinas PUPR Riau, Muh Arief Setiawan. Saat proyek itu, Arief merupakan tim PHO sekaligus Peneliti Kontrak.
Untuk diketahui, selain proyek tahun 2017, Kejati Riau juga menerima laporan dari masyarakat terkait proyek drainase Paket B yang dikerjakan tahun 2016. Drainase itu terletak di Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru, dimulai dari simpang Mal SKA menuju Pasar Pagi Arengka. Untuk pengerjaan tahun 2016, mulanya pengusutan itu dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.
Belakangan, penyelidikan itu dihentikan karena tidak ditemukan bukti yang cukup untuk dinaikkan ke tahap penyidikan. Tidak adanya bukti itu, salah satunya terkait indikasi kerugian negara yang ditimbulkan dari pembangunan yang bersumber dari APBD Riau itu. Pasalnya, rekanan telah mengembalikan uang sebesar Rp1,1 miliar ke kas daerah.
Uang itu disinyalir sebagai kerugian negara yang ditimbulkan dari penyimpangan proyek. Angka itu berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Sementara untuk proyek tahun 2017, laporan itu juga diteruskan ke Komisi Kejaksaan (Komja). Oleh Komja, laporan itu juga diserahkan ke Kejari Pekanbaru, hingga akhirnya diambil alih Kejati Riau.
Dari penelusuran di website lpse.riau.go.id, proyek pembangunan drainase Paket B tahun 2016, dimenangkan oleh PT Razasa Karya dengan nilai penawaran Rp11.636.206.030 dari pagu anggaran Rp14.314.000.000.
Perusahaan yang beralamat di Jalan Puri, Gang Purnama Nomor 267-I, Kelurahan Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut) itu mampu mengalahkan 217 perusahaan lainnya.
Sementara untuk 2017, proyek itu dimenangkan PT Mulia Sejahtera dengan nilai penawaran Rp6.335.121.000.000 dari nilai pagu Rp8 miliar. Adapun jumlah perusahaan yang mengikuti lelang sebanyak 140 peserta.
Perkara ini diketahui bukan kali pertama yang proses penyelidikannya dihentikan Bidang Pidsus Kejati Riau dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya, Kejati telah menghentikan penyelidikan dugaan penyimpangan dana hibah dari PT PLN Tbk ke Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau sebesar Rp7 miliar.
Lalu, dugaan penyimpangan kegiatan dregging/eksploitasi pasir laut secara ilegal di perairan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, serta tunggakan royalti penambangan pasir laut. Dengan alasan, perkara itu lebih mengarah pada tindak pidana perpajakan.
Terhadap perkara yang dihentikan itu, Subekhan mengatakan proses penyelidikan bisa dibuka kembali. Itu dilakukan jika di kemudian hari ditemukan adanya bukti baru.
"Dalam klausula penghentian seperti itu, (dinyatakan) untuk sementara belum ditemukan (peristiwa pidana dan alat bukti). Suatu saat ditemukan bukti baru, bisa dibuka kembali," pungkas Subekhan.
Reporter: Dodi Ferdian