RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Sejumlah tokoh dan aktivis menginisiasi untuk menggelar Kongres Boemipoetra Nusantara tanggal 21-24 Februari 2019 mendatang di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Kongres tersebut bertujuan untuk memperkuat posisi pribumi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dr MS Kaban, salah seorang inisiator penyelenggaraan Kongres Boemipoetra Nusantara tersebut menegaskan, kegiatan yang mereka gelar itu tidak ada kaitannya dengan menebar kebencian atau kembali membenturkan antara pribumi dan non pribumi.
"Kongres ini sangat ilmiah. Tidak ada rasisme atau mengancam kebhinekaan," tegas Kaban didampingi inisator lainnya Dr MD La Ode kepada wartawan, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
"Mengangkat derajat Boemipoetra atau pribumi itu sangat dilindungi undang-undang internasional," tegas Kaban.
Ditegaskannya, seharusnya pribumi atau Boemipoetra yang merebut kemerdekaan yang berkuasa dan sejahtera, tapi malah sebaliknya tertinggal dan tersisihkan di negaranya sendiri.
"Bayangkan, ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh kelompok 1 persen. Sebanyak 87 persen sumber daya alam tidak dikuasai Boemipoetra," kata Kaban.
Ketua Dewan Syura Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyatakan, siapapun presiden yang terpilih nanti harus memiliki keberpihakan kepada Boemipoetra.
"Mengenai definisi Boemipoetra tidak harus diperdebatkan lagi karena sudah diakui PBB dan sangat ilmiah," ujarnya.
"Saya berharap Boemipoetra menjadi motor penggerak di negara ini dan menjadi tuan rumah yang sebenarnya di negaranya sendiri. Itulah tujuan dari kongres ini," ujar Kaban.
Dalam kesempatan yang sama La Ode mengatakan Kongres Boemipoetra Nusantara yang akan digelar 21-24 Februari 2019 di Asrama Haji Pondok Gede akan melibatkan perwakilan dari seluruh provinsi.
"Dalam kongres ini juga akan ada Sumpah Pribumi," kata La Ode.
La Ode menerangkan, saat zaman kolonial strata sosial Boemipoetra berada di urutan ketiga. Kini sesudah 73 tahun merdeka strata itu tak berubah.
"Pada era kolonial strata terbagi menjadi Belanda atau Eropa, Timur Asing kemudian Priboemi. Nah sekarang strata pertama adalah Pemerintah, China dan Priboemi," terang La Ode.
Priboemi dalam studi doktoral La Ode didefinisikan pendiri, pemilik dan penguasa negeri ini.
"Kita harus kembalikan ke khittah, Priboemi adalah penguasa negara. Bukan yang lain," tegas penulis buku "Trilogi Pribumisme" itu.
Reporter: Syafril Amir