‘Lampu Kuning’ Jokowi

Sabtu, 14 Maret 2015 - 09:41 WIB
ILUSTRASI.

Kisruh KPK Vs Polri benar-benar menguji kepemimpinan Jokowi. Karenanya, Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Kini, ia menunjuk Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri yang baru. Langkah itupun tidak tanpa arah, tentu untuk meredakan kisruh agar tidak larut dan berkepanjangan. Komjen Badrodin pun sudah berjanji ingin menengahi antara Polri dan KPK yang sempat memanas.

Bagaimana tidak, ditetapkannya tersangka pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad atas kasus pemalsuan dokumen, dan wakilnya Bambang Widjojanto tersangka kasus kesaksian palsu, serta dua wakil KPK Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja, terakhir 21 penyidik KPK juga terancam jadi tersangka atas kepemilikan senjata api (Senpi), membuat negeri ini ‘terguncang’. Lembaga independen yang selama ini memperjuangkan negara dari ‘tikus-tikus berdasi’ sedang diterjang ‘badai’.

Akhirnya, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Jokowi memberhentikan sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dan menunjuk Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP sebagai plt pimpinan KPK. Sebagai lembaga penegak hukum, seharusnya mereka taat rambu-rambu hukum demi persatuan dan kesatuan bangsa. Mulai dari polisi, jaksa, pengacara, dan hakim, harus mau dan mampu bahu-membahu menjaga kedaulatan hukum di Indonesia.

Alih-alih bersenergi, antar lembaga justru rawan konflik. Alhasil, Jokowi dituntut untuk bertindak tegas dan solutif. Jokowi harus memperkaya trobosan agar seluruh lembaga dan instansi di bawah wewenang presiden, berjalan di jalur yang benar sesuai dengan kode etik dan searah dengan fundamen norm bangsa (Pancasila). Ingat, musuh Indonesia di luar sudah banyak. Jika di internal kita saling bermusuhan, maka bangsa ini mudah untuk ditumbangkan.

Problem ini memang tidak bisa dianggap remeh, justru menjadi ‘lampu kuning’ bagi Jokowi. Setidaknya, Jokowi dapat merangkul bawahannya bukan hanya di level pimpinannya saja. Analoginya, jika ingin melumpuhkan ular, tidak cukup jika hanya memegang kepalanya. Seluruh tubuh harus diwaspadai. Sia-sia jika pimpinannya patuh, tapi antar bawahan saling menghujat, saling dendam, saling menjatuhkan, dan lainnya.

Pekerjaan Rumah Jokowi
Sekali lagi musuh di luar sudah banyak, jika kita masih sibuk saling bermusuhan antar sesama bangsa Indonesia, maka bangsa ini benar-benar terancam hancur. Salah satu cara untuk keluar dari belenggu kehancuran adalah mengoptimalkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Fokus mengoptimalkan dua potensi tersebut dengan berbasis kerja kolektif. Kita punya SDA melimpah ruah, SDM tak terhitung jumlahnya, hanya perlu kerja, kerja, dan kerja untuk meberdayakannya.

Perlu dikaji lebih mendalam, apakah kelebihan tersebut masih dapat dirasakan untuk esok hari, minggu depan, tahun depan, atau untuk masa yang lama? Ingat, bahwa SDA yang melimpah dan SDM yang banyak jika sama sekali tak berkualitas maka sama saja bohong. Apa yang menjadi daya tarik bagi Indonesia? Sektor laut, ternyata sudah dieksploitasi. Pertanian, ternyata terancam proyek industrialisasi. Tambang, dikuasai pihak asing. Pendidikan, masih jalan di tempat. Apa lagi?

Sudahlah, itu menjadi rahasia umum, Indonesia merupakan negara ‘penyakitan’. Di seluruh sektor sentral dan non-sentral, Indonesia ‘digrogoti’ penyakit keserakahan, kezaliman, dan  kesewena-wenaan. Mau menyalahkan penjajahan asing, toh ternyata anak bangsa pun ikut menjajah. Ingat pencuri berpakaian penegak hukum seribu kali lebih berbahaya. Dan jangan harap anugrah terhadap bangsa Indonesia dapat lagi dijumpai dan dinikmati.

Lebih jelasnya, problematika bangsa Indonesia multidimensional. Jadi dibutuhakan perbaikan total dari hulu hingga hilir. Benar bahwa Indonesia berada di zona rawan, bukan rawan berarti sempit yaitu rawan bencana. Namun, rawan eksploitasi, rawan penjajahan, rawan pencurian, rawan kriminalitas, rawan narkoba, rawan korupsi, dan lainnya.

Karena itu, bangsa Indonesia perlu sadar diri. Hakikatnya Indonesia adalah negara kuat yang memiliki sejarah besar. Ingat, memiliki penyakit walaupun kompleks tetap masih bisa disembuhkan. Artinya, Indonesia masih memiliki harapan dan kesempatan untuk bangkit hingga benar-benar layak disebut negeri tanah surga. Menjaga keutuhan bangsa dan negara, terutama di sektor Sumber Daya Alam (SDA) adalah tanggung jawab bersama, karena hal itu menurut Abraham Lincoln akan berhubungan erat dengan masa depan.

Indonesia Bisa!
Teringat hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa setiap penyakit ada obatnya. Artinya ‘penyakit’ bangsa Indonesia dari seluruh sektor penting pasti ada solusinya. ‘Lampu kuning’ bagi Jokowi artinya rambu-rambu peringatan Jokowi atas problematika kompleks bangsa Indonesia. Peringatan jika tidak diindahkan maka akibatnya fatal, ‘lampu merah’ untuk Jokowi. Tamatlah cerita kepemimpinan Jokowi yang katanya lahir dari ‘rahim’ demokrasi.

Tentu kita tidak berharap demikian. Jokowi dipilih rakyat berarti Jokowi diberi harapan penuh oleh rakyat. Jadi, menurut Napoleon Bonaparte (1769-1821) seorang pemimpin adalah penyedia harapan. Oleh sebab itu, kultur kreatif harus segera dibangun, sudah cukup jelas raport merah bangsa Indonesia di atas. Dan itu akan semakin bertambah parah jika masyarakat Indonesia tidak berpikir kreatif untuk mensiasatinya.

Tiada kata yang tepat selain ‘Indonesia bisa’! Bukan tidak mungkin hukum berdaulat, pendidikan maju, ekonomi tumbuh, pertahanan kuat, pertanian bangkit, SDA lestari, dan SDM unggul. Revolusi mental dan jargon giat kerja, kerja, dan kerja oleh Jokowi sudah tepat untuk merubah paradigma maju bangsa Indonesia. Bangsa ini harus bersatu dengan mental superior dan etos kerja yang kuat. Tentu dengan dibubuhi moralitas yang sesuai dengan kearifan lokal. Wallahu a’lam bi al-shawwab.***

Peneliti Muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN) untuk UIN Walisongo Semarang.

Editor:

Terkini

Terpopuler