JAKARTA (HR)-Perpecahan di tubuh Partai Golkar, pascaputusan Menkumham yang mengakui kubu Agung Laksono, memasuki babak baru. Hal itu setelah sejumlah eks petinggi partai berlambang pohon beringin itu ramai-ramai turun gunung. Ada yang mendukung Aburizal Bakrie, ada pula yang mendukung Agung Laksono.
Tidak itu saja, putusan Menkumham Yasonna Laoly, kini juga berbuntut dengan digalangnya hak angket di DPR RI. Gerakan itu dimotori Koalisi Merah Putih (KMP), minus Partai Amanat Nasional (PAN).
Sejauh ini, kubu Aburizal Bakrie alias Ical, belum menyerah. Tak terima dengan keputusan Menkumham yang mengakui kubu Agung Laksono, Ical terus melancarkan serangan.
Di antaranya dengan melaporkan Agung cs ke Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan dokumen Munas Ancol, menggugat ulang Agung cs ke PN Jakarta Barat dan mempersiapkan langkah ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun langkah-langkah itu agaknya masih kurang. Puncaknya, pada Rabu kemarin, Ical bersama Ketua DPR RI dari Golkar Setya Novanto menghadiri rapat KMP. Seluruh petinggi KMP termasuk Ketum Gerindra, Prabowo Subianto hadir dalam rapat di rumah Amien Rais itu. Tak salah lagi, Ical mengadukan ketidakadilan yang dialaminya, berharap bantuan KMP.
Dalam pertemuan itu Ical menyampaikan duduk persoalan perpecahan Golkar versinya. Sampai kemudian Ical mewacanakan akan mengusung hak angket dan mosi tak percaya kepada Menkumham Yasonna Laoly di DPR. KMP pun memberikan dukungan, ada syaratnya yakni Golkar dan PPP yang ada di barisan terdepan.
Saat Ical meminta bantuan Prabowo Subianto yang pernah menjadi salah satu pentolan Partai Golkar, Agung Laksono pun melakukan hal serupa. Ia gantian merapat ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Di KMP, juga ada tokoh yang pernah menjadi pentolan Golkar. Di antaranya Ketum Partai NasDem Surya Paloh dan Hanura, Wiranto. Kedua tokoh ini juga menyatakan dukungan terhadap Agung. Mereka pun membuka pintu masuk bagi Golkar merapat sebagai partai pendukung pemerintah, namun bentuknya seperti apa belum jelas benar.
Saat menerima kunjungan Agung pada Rabu (11/3) kemarin, Surya Paloh menyambut baik keputusan Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono. Bagi Paloh hasil persaingan merebut restu pemerintah harus disikapi dengan legowo tanpa perlu melakukan perlawanan. Sebuah sindiran tajam buat Aburizal Bakrie.
Wiranto juga mendukung Agung. Mantan capres Golkar itu menyebut Agung adalah ketua umum Golkar yang sah. "Hanura terbuka untuk siapa saja, parpol yang sah di Indonesia, saya terima masuk di lingkungan Hanura," ujarnya, Jumat (13/3).
Hak Angket
Perlawanan terhadap Menkumham, akhirnya diumumkan KMP minus PAN, Jumat kemarin. KMP bersama-sama menyatakan mengusung angket terhadap Menkum HAM Yasonna Laoly. Pernyataan deklarasi angket yang diberi diberi judul 'Melawan Begal Demokrasi Laoly' itu digelar di Gedung DPR.
Hadir dalam deklarasi itu Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Fary Djemi Francis, Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Dimyati Natakusumah. Namun tidak ada perwakilan PAN.
Pernyataan bersama disampaikan juru bicara Bambang Soesatyo. Dalam pernyataannya, Bambang mengingat Menkumham bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Sebagai menteri hukum seharusnya Laoly bertindak hati-hati tidak melawan Undang-undang dan tidak menabrak Undang-undang.
Ditambahkannya, apa yang dilakukan Menkumham terhadap Partai Golkar dan PPP, adalah tindakan melawan hukum dan sarat dengan kepentinggan politik. Menurut Bambang, pihaknya yakin keputusan itu diambil tanpa sepertujuan presiden. "Bahkan Presiden Jokowi menurut informasi yang kami terima, tidak mengetahui tindakan Laoly yang memihak terhadap salah satu kubu," ujarnya.
Ditambahkannya, Laoly mengeluarkan surat yang memihak kubu Romahurmuziy terkait kisruh PPP dengan mengesahkan muktamar Surabaya, yang dinilai melanggar AD/ART partai, keputusan mahkamah partai dan keputusan majelis syariah serta menabrak UU Parpol pasal 32, di mana dinyatakan bahwa keputusan mahkamah partai adalah final dan mengikat.
Laoly pun menyatakan banding setelah PTUN mengeluarkan keputusan membatalkan SK Menkum HAM terhadap kepengurusan Romi cs. KMP menilai, langkah itu tindakan tercela seorang Menkum yang tidak patuh hukum bahkan melakukan perlawanan tehadap hukum.
PPP di bawah kepemiminan Djan Farids sudah sesuai AD ART, keputusan mahkamah partai, keputusan majelis syariah dan memenangkan gugatan di PTUN pun masih tidak di SK-kan oleh Laoly.
Begitu pula halnya dengan kubu Ancol terkait kisruh Partai Golkar yaitu dengan manipulasi keputusan mahkamah partai Golkar yang tidak memenangkan salah satu pihak. Prof Muladi sebagai ketua mahkamah sendiri telah menyatakan keheranannya karena isi keputusan yang dikutip Yasonna salah besar dan manipulatif.
"Kami menduga ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan politik, mengail di air keruh, jika Golkar dan PPP terus berkonflik," tambahnya.
Dalam deklarasi kemarin, PAN adalah satu-satunya anggota KMP yang tidak hadir. Sikap PAN ini sejalan dengan perintah ketum barunya, Zulkifli Hasan, yang menginstruksikan anggota fraksi partai berlambang matahari putih itu tak ikut-ikutan mendukung penggunaan angket.
"Nggak ada angket," kata Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Kamis (12/3) malam kemarin.
PAN memang seolah sudah tak menjadi bagian dari KMP setelah terjadi pergantian ketum. Selain tak ikut dalam jumpa pers siang ini, PAN juga menerima kunjungan Golkar kubu Agung Laksono, Kamis (12/3) kemarin.
Tak Usah Ikut Campur
Terkait aksi itu, Agung Laksono meminta pihak eksternal tak ikut campur dalam persoalan di internal partai Golkar. Agung menegaskan surat Menkumham yang mengakui kepengurusannya sudah sesuai aturan. KMP diperingatkan untuk tak ikut campur menggalang angket.
"Saya minta nggak usah ikut campurlah. Biarlah kami selesaikan sendiri, kami juga bisa menyelesaikan dengan cara sendiri," ujar Agung usai bertemu Ketum Hanura Wiranto, Jumat kemarin.
Agung menambahkan, saat ini dirinya punya tugas menampung kepengurusan Aburizal Bakrie sebagaimana putusan Mahkamah Partai.
"Tugas pertama bagaimana bersatu kembali. Tugas dan kewajiban kami melakukan perombakan revisi DPP hasil Munas Ancol dengan membuka pintu jajaran Munas Bali. Mudah-mudahan dalam beberapa hari mendatang sudah selesai dan dilaporkan ke Menkumham. Kami buka lebar-lebar pintu dengan kriteria prestasi, penugasan partai di parlemen dan sebagainya dan dedikasinya bekerja untuk parpol dan masyarakat dan moralitas tidak tercela," papar Agung.
Yasonna Bantah
Sementara itu, Yasonna Laoly membantah putusan yang dibuat pihak sebagai bentuk intervensi terhadap partai politik. Terkait pengakuan kubu Agung Laksono, Menkumham mengatakan pihaknya memiliki beberapa pertimbangan.
"Jadi begini, dalam pertimbangan yang dibuat Pak Natabaya dan Muladi, satu, dikatakan jangan jadi the winner takes all. Maksudnya apa? Kalau dimenangkan kubu Bali, semua pengurus Bali. Kalau yang dimenangkan Ancol, semua Agung. Itu the winner takes all. Itu Pak Muladi nggak mau," terangnya.
Selanjutnya, Mahkamah Partai memutuskan bahwa kubu yang kalah harus diakomodasi dan tidak boleh membentuk partai baru. Hal ini disadarkan dari pertimbangan Andi Mattalatta. "Dengan berdasarkan pendapat di atas, diambil diktum dalam Munas Ancol dan mewajibkan mengakomodasi Munas Bali dengan kriteria PDLT, ini kan berarti keinginan islah itu ada," terangnya.
"Jadi konsep islahnya ada dan dikatakan ini tidak selamanya. Ini proses rekonsiliasi awal, nanti Oktober 2016 yang sebenarnya," tambahnya.
Yasonna membantah keputusannya tidak berdasarkan hasil konsultasi. Dirinya mengakui mengambil keputusan setelah mendapatkan pertimbangan dari para pakar dan staf ahli. Bahkan Yasonna mengatakan keputusan Kemenkum HAM bukanlah keputusan final, karena mewajibkan kubu Agung untuk mengakomodir kubu Ical. "Kalau sudah diserahkan dengan akta notaris, baru final," kata Yasona. (bbs, dtc, kom, ral, sis)