RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Tunggi (Kejati) Riau akhirnya menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprint Lid) dugaan penyimpangan pembangunan embung di Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Ditargetkan, dalam waktu 14 hari didapatkan hasil dari penyelidikan perkara tersebut.
Sebelumnya, perkara itu pernah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Saat itu, sejumlah pihak telah diundang. Di antaranya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Danau Situ dan Embung Kementerian Dirjen SDA BWSS III Riau, Dede Irwan, dan pihak kontraktor. Undangan itu dilayangkan untuk proses klarifikasi terhadap keduanya.
Kejari Pekanbaru juga telah menyita sejumlah dokumen terkait proyek yang dikerjakan tahun 2016 dan 2017 itu. Selain itu, Jaksa juga telah turun ke lapangan untuk mengecek kondisi embung. Pengecekan itu dilakukan bersama konsultan pengawas dan PPK proyek tersebut pasca menerima dokumen kegiatan.
Meski begitu, saat itu penanganan perkara masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
Ternyata, selain dilaporkan ke Kejari Pekanbaru, laporan perkara itu juga masuk ke Kejati Riau. Untuk itu, Kejati selanjutnya mengambil alih penangangan perkara tersebut.
Usai diambil alih, Kejati langsung melakukan penelaahan. Hasilnya, diketahui jika perkara itu belum pernah dilidik sebelumnya. Dengan begitu, Kejati Riau akhirnya menerbitkan sprind lid untuk perkara itu.
"Sudah (diterbitkan sprint lid). Sebentar lagi kita mau jalan," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Subekhan, kepada Riaumandiri.co, Senin (21/1/2019).
Sprint lid tersebut diketahui telah ditandatangani oleh Kepala Kejati (Kajati) Riau Uung Abdul Syakur pada pekan lalu.
Dengan adanya surat perintah tersebut, tim penyelidik akan melakukan pengumpulan alat bukti untuk mencari peristiwa pidana dalam perkara tersebut. Penyelidikan itu sendiri ditargetkan selesai dalam waktu 14 hari.
"Tentunya kan tim punya waktu 14 hari untuk melakukan penyelidikan. Bisa diperpanjang lagi (jika belum selesai)," lanjut Subekhan seraya mengatakan, penyelidikan yang dilakukan akan menggunakan dua metode, yaitu penyelidikan terbuka dan tertutup.
"Tentu lah. Dilakukan secara terbuka, tertutup penyelidikan," terang dia.
Saat disinggung, apakah tim penyelidik telah menjadwalkan mengundang pihak-pihak terkait untuk dilakukan klarifikasi? Subekhan mengatakan hal itu belum dilakukan.
"Saya belum tanda tangan (pemanggilan saksi). Tim masih menyusun apa yang harus didahulukan, apa yang dilakukan. Semua hal terkait dengan pengumpulan barang bukti itu akan dilakukan tertutup maupun terbuka," pungkas Subekhan.
Dari penelusuran di website lpse.pu.go.id, proyek ini bernama: Pembangunan Embung Kawasan Perkantoran Kota Pekanbaru. Anggaran pembangunannya bersumber dari Anggaran Pembangunan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2016.
Proyek ini dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera III Provinsi Riau, dengan pagu anggarannya Rp8,138 miliar. Lelang proyek ini dimenangkan oleh PT Tarum Jaya Mandiri dengan harga penawaran Rp6,512 miliar.
Belakangan diketahui proyek tersebut kembali dikerjakan pada tahun 2017, dengan judul di lpse.pu.go.id yaitu Pembangunan Embung di Kawasan Perkantoran Kota Pekanbaru (Lanjutan).
Namun, berbeda dengan awalnya, kali ini proyek tersebut dikerjakan oleh PT Fajar Berdasi Gemilang, dengan harga penawaran Rp11.975.060.000.
Meski belum genap berusia satu tahun, embung itu diketahui telah mengalami kerusakan pada bagian tiang (sheet pile). Bendungan juga terlihat retak pada bagian bawahnya.
Selain itu, lantai bagian atas tampak turun. Tanah timbunan lebih rendah, atau turun dari permukaan. Paving blok pada permukaan bendungan, tidak tersusun rapi, dan berantakan. Permukaannya tidak rata. Lebih rendah dibanding dinding bendungan. Pengecoran juga terlihat asal-asalan.
Tidak hanya itu, kondisi embung juga belum terlihat kegunaannya. Pasalnya, jalur yang seharusnya dijadikan aliran air, masih tertimbun tanah. Rumput-rumput liar pun bertumbuhan dijalur yang seharusnya dijadikan aliran air.
Reporter: Dodi Ferdian