RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - HS (22) mengaku tidak rela menanggung hukuman seorang diri atas dugaan perusakan atribut Partai Demokrat (PD) di Pekanbaru beberapa waktu lalu. Meski begitu dia tak berdaya, dan berupaya mencari keadilan di pengadilan nantinya.
Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan melakukan perusakan pada Sabtu, 15 Desember 2018 lalu sekitar pukul 00.45 WIB. Selanjutnya, warga Jalan Ikan Mas Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai itu diserahkan ke Polresta Pekanbaru untuk dilakukan pengusutan.
Adapun barang bukti yang disita dari tangan HS berupa empat buah tiang berupa bambu dan kayu, potongan berupa sobekan baliho, dan pisau cutter.
Seiring proses penyidikan, berkas perkaranya itu telah dinyatakan lengkap atau P21 pada Senin (14/1) kemarin. "Hari ini dilakukan proses tahap II (pelimpahan penanganan perkara ke Jaksa Penuntut Umum) untuk tersangka HS," ungkap Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Bambang Heri Purwanto, Rabu (16/1/2018) sore.
Saat tahap II tersebut, HS yang mengenakan celana pendek dan berbaju kaos warna hijau lumut itu, didampingi kedua orang tuanya, dan penasehat hukumnya. Juga terlihat beberapa orang penyidik Polresta Pekanbaru yang membawa dirinya ke Kantor Kejari Pekanbaru di Jalan Jenderal Sudirman.
Selain memeriksa administrasi tahap II, Jaksa juga mengecek barang bukti. Satu per satu lembaran baliho yang dirusaknya, diperlihatkan kepada Sukatmini, Jaksa yang menerima pelimpahan perkara.
"Kita selanjutnya akan menyiapkan surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Saat ini tersangka dititipkan di Rutan (Rumah Tahanan Negara) Sialang Bungkuk," kata mantan Kasi Pidum Kejari Belawan, Sumatera Utara itu.
Seperti sebelumnya, Bambang mengatakan hanya ada satu orang tersangka dalam perkara ini. Hal tersebut sesuai dengan berkas yang dikirim penyidik kepada pihaknya. "Kita hanya meneliti berkas yang dikirim penyidik terkait sangkaan yang dijerat kepada tersangka. Apakah unsur-unsurnya terpenuhi atau tidak," pungkas Bambang.
Sementara itu, HS melalui Romiadi selaku Penasehat Hukumnya mengatakan, pihaknya akan mencari kebenaran atas perkara yang disangkakan itu di pengadilan nantinya. "Ini masih tahap II. Kita masih mencari-cari juga (fakta sebenarnya). Bagaimana kebenaran nanti, kita buktikan di pengadilan saja. Untuk sekarang, sampai di sini aja," ujar Romiadi di sela-sela tahap II.
Sebelumnya dikabarkan HS nekat melakukan aksinya itu karena motif ekonomi. Dia diduga disuruh pihak tertentu dengan imbalan Rp150 ribu. Sayangnya, sebelum uang diterima dan pekerjaan selesai, HS langsung diamankan.
Disinggung soal adanya pihak yang diduga menyuruh, Romiadi mengaku HS pernah menyampaikan kepadanya. Namun itu secara lisan. "Ada sekilas saja. Berarti kita tak mengetahui. Kalau hanya bahasa kan banyak, versi-versi kan banyak. Tapi memang rasa kita, tak mungkin lah dia sendiri," terang Romiadi.
Kembali ditanyakan, apakah dari keterangan HS ada menyebutkan dirinya disuruh oleh kader atau pengurus partai politik tertentu, Romiadi tidak bersedia menanggapinya. "Soal ini, no comment saya," singkatnya.
Meski begitu, Romiadi menyatakan jika HS tidak rela jika dirinya harus menerima hukuman seorang diri. "Kalau kita lihat sih, tak rela dia sebenarnya (dihukum seorang diri).. Tapi mau bagaimana lagi. Yang tertangkap dia kan," pungkas Romiadi.
Sebelumnya, penyidik juga telah melimpahkan penanganan perkara perusakan alat peraga kampanye (APK) milik calon legislatif (c itualeg) DPR atas nama Effendi Sianipar dari PDI-P di kawasan Tenayan Raya. Adapun tersangka dalam perkara itu ada dua orang. Yaitu, D alias KS (29) warga Jalan Hangtuah Ujung Kelurahan Sialang Sakti, Tenayan Raya. Lalu, MA (23) warga Jalan Singgalang Pada Villa Singgalang, Tenayan Raya. Aksi keduanya terungkap pada 15 Desember 2018 sekitar pukul 10.15 WIB.
Adapun barang bukti yang diamankan, satu buah palu, satu buah APK dalam keadaan rusak yang bertuliskan kepemilikan atas nama Effendi Sianipar, dan tiga batang kayu olahan ukuran 4x6.
Sama halnya dengan HS, dua tersangka yang disebut terakhir juga dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) atau Pasal 406 ayat (1), Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Adapun ancaman pidananya mencapai 5,5 tahun.
Reporter: Dodi Ferdian