RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah menghentikan rencana peleburan jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam ke Walikota Batam atau ex-officio yang mulai akan diberlakukan pada akhir April 2019 mendatang. Sebab, kebijakan itu dinilai melanggar undang-undang, dimana setidaknya ada tiga undang-undang yang dilanggar.
Penegasan itu disampaikan Bamsoet saar menerima Ketua Umum Kadin Batam Jadi Rajagukguk dan rombongan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/1/2019). Saat menerima Ketua Umum Kadin Batam, Ketua DPR Bambang Soesatyo didampingi Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto dari Partai Demokrat dan Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo. dari Fraksi Partai Golkar.
Usai pertemuan, Ketua DPR RI meminta pemerintah untuk membatalkan rencana peleburan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam.
"Jika pemerintah tetap mengangkat Walikota Batam sebagai Ketua BP Batam, maka hal tersebut dinilai melanggar, sekurang-kurangnya ada 3 undang-undang yang dilanggar antara lain, undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, Undang - undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP nomor nomor 23 tahun 2005 dan undang-Undang Pengelolaan Aset Negara." kata Bamsoet di ruang kerjanya, .
Bambang Soesatyo juga meminta agar semua pihak hendaknya menahan diri, meminta pemerintah untuk membatalkan rencana peleburan BP Batam ke dalam Pemerintah Kota Batam agar tidak menimbulkan gejolak invetasi di Batam sehingga menjadi tidak kondusif.
Karena itu, Ketua DPR memnta pemerintah untuk segera duduk bersama dengan DPR RI dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Karena undang-undang menyebut BP Batam di kelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI dan mendapatkan alokasi anggaran dari APBN.
Bamseot menduga ada ketidakpuasan dari pihak pemerintah daerah terhadap kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam sehingga terjadi gesekan antara BP Batam dan Walikota Batam.
"Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar undang-undang. Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR RI mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga senua keputusan yang diambil tidak menabrak undang-undang," ujarnya.
Selain itu, menurut Bambang Soesatyo, pemerintah perlu membuat kajian mendalam terkait keputusan strategis tersebut termasuk membenahi payung hukumnya.
Bamsoet menyarankan pemerintah untuk menata Batam agar sesuai dengan tujuan awal dibentuknya kawasan industri dan perdagangan yang strategis. "Tidak ada urgensinya hal ini dilakukan secepatnya,” tegas dia.
Ketua DPR RI yang juga politisi Partai Golkar ini juga berharap keputusan yang strategis diambil setelah Pilpres mendatang sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Menurutnya, jika pemerintah memaksakan untuk mengambil keputusan terkait BP Batam maka jelas akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat,
"Jika Pemerintah tetap melaksanakan ini, kita khawatir akan menimbulkan gejolak di masyarakat dan mengganggu perekonomian khususnya di Batam," ucap Bamsoet.
Dalam Kesempatan tersebut, Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto juga mengatakan harapan yang sama kepada Pemerintah agar membatalkan peleburan BP Batam dengan Pemko batam.
"Saya juga sebagai Wakil Ketua Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan meminta agar Pemerintah membatalkan Peleburan BP Batam dengan Pemko batam," ungkap Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan, Agus Hermanto.
Wakil Ketua DPR RI dari fraksi Partai Demokrat ini mengatakan, UU FTZ (Free Trade Zone) menyebut BP Batam dikelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI DPR oleh karena itu pemerintah sebaiknya duduk bersama dengan DPR RI dalam mengambil keputusan terkait BP Batam.
Tidak Tepat
Sementara itu Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk, menilai wacana melebur kepemimpinan BP Batam dengan Wali Kota Batam adalah kebijakan yang tidak tepat. Hal itu mengingat pengembangan Batam sejak awal diupayakan menjadi FTZ, yang digagas oleh mantan Presiden BJ Habibie dengan harapan sebagai gerbang ekspor impor untuk mendongkrak investasi dan industrialisasi.
Dia menyatakan di Hanoi dan Penang saja, kawasan industri diserahkan memang ke pemerintah daerah, tapi kelembagaannya kuat, oleh karena itu jika ada masalah maka langsung bisa ke pusat, tidak perlu lobi-lobi dulu.
Sementera di Indonesia birokrasinya berbelit-belit meskipun sudah era otonom daerah, sehingga tidak relevan diurus oleh walikota karena ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sangat besar.
"Kita punya harapan besar terhadap BP Batam sebagai dongkrak ekonomi nasional. Tapi dikelola oleh daerah, sementara daerah jika ada tekanan dari pusat langsung ciut. Belum lagi, pengambilan kebijakannya harus lobi sana-sini. Ini tidak logis pasti ada apa-apanya, dan banyak kepentingan dibelakangnya," kata Jadi Rajagukguk.
Harusnya, lanjut dia, melihat potensi BP Batam menjadi garda depan kekuatan pintu ekspor Indonesia dan minimalisir impor sepatutnya BP Batam diberikan power lebih dengan pengelolaan yang lebih professional. Sehingga mampu bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Singapura maupun Malaysia bukan malah dilemahkan hanya dikelola oleh daerah yang kekuatan kebijakannya terbatas.
"Untuk menarik dan mengelola investor besar, masa hanya urus di daerah. izin investasi kan ada BKPM, ada juga Kementrian Perekonomian, Kementrian Keuangan. “Investor kan butuh kepastian, kalau udah rancu seperti ini, investor bisa pada lari," ujarnya.
Bahkan , Jadi Rajagukguk juga mengatakan , antara BP Batam dan Pemkot Batam merupakan dua hal yang berbeda. BP Batam itu profesional yang memang kepanjangan tangan dari pusat, sementara wali kota itu pemerintah daerah dan sifatnya lima tahunan.
"Jika ganti wali kota akan ganti kebijakan dan ganti arah. Karena wali kota itu jabatan politis sehingga setiap kebijakannya ada kepentingan politik didalamnya. Wacana peleburan ini jelas ada kepentingan politik besar didalamnya," katanya.
Padahal, yang ada di Batam saat ini sudah bagus, tambahnya, investasi di Batam mulai menggeliat yang mana pada 2017 masih tumbuh dikisaran 2 persen, 2018 diatas 4 persen.
"Jika nanti pengelolaannya dipegang oleh wali kota, setiap lima tahun sekali arah kebijakannya berubah, tergantung pemenang dan arah kepentingannya. Bicara politik di Indonesia sangatlah rentan, jika Batam dikelola oleh wali kota yang open minded, bagus dan profesional masih oke lah. tapi kalau tidak, akan jadi bencana," katanya.
Reporter: Irawan Surya