RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Maskapai nasional yang tergabung dalam Indonesia National Carriees Association (INACA) mengklaim profitnya kian menciut.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum INACA, Askhara Danadiputra, di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
"Salah satu faktornya yakni nilai tukar rupiah yang melemah beberapa waktu lalu mengerek biaya operasional perusahaan," ungkap Askhara.
Askhara menegaskan, dalam industri penerbangan sebagian besar biaya operasional memang menggunakan mata uang dolar AS.
"Misalnya, untuk membeli bahan bakar Avtur yang memiliki porsi terbesar dalam struktur biaya perusahaan yang mencapai 40 persen. Kondisi itu diperparah dengan harga avtur yang semakin menanjak seiring naiknya harga minyak," ucap Askhara.
Selain itu, biaya sewa pesawat (leasing) yang memiliki porsi 20 persen dari pengeluaran maskapai juga menggunakan dolar AS.
Tak hanya itu, suku bunga pinjaman juga trennya menanjak. Sementara, utang maskapai dalam US Dolar harus dibayar dengan mata uang yang sama.
"Karena, semua maskapai kan ada utang dalam dolar AS dan mengembalikan imbal hasilnya dalam dolar AS juga," tambah Askhara.
Untuk menyiasati perkembangan variabel yang ada, sambung Askhara, maskapai harus melakukan efisiensi biaya. Jika tidak, maskapai akan kesulitan keuangan dalam jangka panjang.
"Berbagai airline caranya akan berbeda," demikian Askhara.