Dosen USU Penyebar Hoaks Terancam Enam Tahun Penjara

Kamis, 10 Januari 2019 - 11:57 WIB
Himma Dewiyana Lubis

RIAUMANDIRI.CO, MEDAN - Dosen Universitas Sumatra Utara (USU) Himma Dewiyana Lubis mulai duduk di kursi pesakitan. Ia didakwa karena menyebarkan hoaks bom Surabaya pengalihan isu di akun Facebook-nya.

"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pidana melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE," kata jaksa Tiorida Juliana Hutagaol dalam dakwaannya sebagaimana dikutip dari situs PN Medan, Kamis (10/1/2019).

Pasal 28 ayat 2 di atas berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Lalu, bagaimana bila ada orang melakukan perbuatan yang diatur di Pasal 28 ayat 2? Pasal 45 ayat 2 mengancam hukuman maksimal 6 tahun penjara. 
Selengkapnya: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Dakwaan di atas dijerat ke Himma atas status di Facebook yang mengomentari kasus bom Surabaya. Himma menuding bom yang mematikan sedikitnya 25 orang itu sebagai pengalihan isu. Adapun statusnya yaitu: Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden.

Saat ditangkap, Himma pingsan. Setelah siuman, ia menangis dan mengaku menyesali perbuatannya.

"Saya sangat menyesal, saya hanya mengkopi status orang lain dan menyebarkan kembali. Saya salah dan sangat menyesal," ujar Himma saat ditangkap aparat dari Polda Sumut.

Sidang perkara ujaran kebencian yang dipimpin Majelis Hakim diketuai Riana Pohan dilanjutkan pada pekan depan untuk memeriksa sejumlah saksi.

Editor: Rico Mardianto

Terkini

Terpopuler