Oleh: Devi Novianti
Pemerhati Generasi
RIAUMANDIRI.CO - Sebentar lagi penanggalan masehi sampai di ujung tahun. Itu artinya akan ramai tayangan media yang gencar mengajak untuk merayakan tahun baru masehi yang sudah jelas dan tegas budaya kufur.
Dengan dukungan sumber informasi, musuh-musuh Islam menyeru dan mempublikasikan hari-hari besarnya ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-olah hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum, populer, tren, dan bisa diperingati oleh siapa saja. Padahal ini merupakan salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Hati-hati, sayangnya banyak dari kita yang tidak menyadari serangan budaya ini.
Terlena oleh acara malam tahun baru yang dikemas secara apik dan menarik. Rasul dengan tegas melarang umatnya untuk meniru-niru budaya atau tradisi agama atau kepercayaan lain. Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai (bertasyabuh) suatu kaum, maka ia termasuk salah seorang dari mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan athThabrani)
Hadits di atas mengajarkan kita untuk menghindari syiar dan ibadah orang kafir baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Meski itu dalam rangka beribadah kepada Allah. Sebab hal itu sama saja turut menghidupkan syiar-syiar mereka.
Kita pasti bisa mengerem keinginan untuk berpartisipasi dalam perayaan tahun baru atau hari-hari besar umat lain. Kecuali kalau kita mau digolongkan ke dalam penganut agama selain Islam, dengan konsekuensinya Allah menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang kafir. Maka nerakalah tempatnya. Jadilah dirimu sendiri wahai umat Muslim.
Janganlah malu alias segan saat menolak untuk merayakan tahun baru. Biarlah dianggap sombong atau malah dikatakan orang terasing karena perbedaan pandangan. Tapi di hadapan Allah, kita bisa termasuk golongan para penghuni surga. Aamiin.
Tidak ikut merayakan tahun baru bukan berarti tidak peduli dengan pergantian tahun. Tetaplah menyadari bahwa pergantian tahun merupakan bagian dari perubahan waktu. Saking sadarnya, kita mencoba mensikapi sang waktu bukan dengan euforia bergelimang maksiat, tapi sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kemajuan diri kita. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad)
Kita perlu sadari bahwa waktu yang telah kita lewati tidak akan bisa diputar ulang. Tapi akan terus maju dan lari. Suatu saat kita akan sampai di penghujung umur, di mana tidak akan ada gunanya penyesalan. Luruskan niat dalam berperilaku semata-mata mengharap ridho Allah SWT. Kita ringankan langkah kaki menuju taman-taman surga tempat mengkaji, memahami, meyakini semua aturan Allah SWT. Kita kuatkan pijakan kaki kita di atas akidah Islam di tengah serangan budaya dan pemikiran Barat. Kita padati hari-hari kita untuk siapkan perbekalan dalam menghadapi masa depan dan masa persidangan yaumul hisab kelak.
Terakhir, kita semayamkan dalam diri kita semangat perjuangan Rasulullah SAW dan para shahabat untuk mengembalikan izzah Islam wal Muslimin. Allahu akbar!