RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyelidikan dugaan penyimpangan pembangunan drainase Kota Pekanbaru untuk Paket B yang dikerjakan tahun 2016 lalu, tidak dilanjutkan. Sementara untuk pembangunan tahun 2017, akan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Drainase itu terletak di Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru, dimulai dari simpang Mal SKA menuju Pasar Pagi Arengka. Untuk pengerjaan tahun 2016, mulanya pengusutan itu dilakukan berdasarkan laporan yang masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.
"Tapi laporan itu belum ditindaklanjuti," ungkap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Subekhan kepada Riaumandiri.co di ruangannya, Kamis (13/12/2018).
Akhirnya, kata Subekhan, oleh Komisi Kejaksaan (Komja), laporan tersebut diserahkan ke Kejati Riau. Menanggapi hal itu, Korps Adhyaksa Riau kemudian menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlid).
Namun belakangan, penyelidikan itu dihentikan. "Sementara (pembangunan drainase) tahun 2016, sudah dilakukan penyelidikan sebelumnya, tapi dihentikan. Karena tidak ditemukan bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan," sebut Subekhan.
Tidak adanya bukti itu, salah satunya terkait indikasi kerugian negara yang ditimbulkan dari pembangunan yang bersumber dari APBD Riau. Pasalnya, rekanan telah mengembalikan uang sebesar Rp1,1 miliar ke kas daerah. Uang itu disinyalir sebagai kerugian negara yang ditimbulkan dari penyimpangan proyek. Angka itu berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Terhadap temuan BPK itu sudah ditindaklanjuti rekanan. Temuan BPK itu Rp1,1 miliar," sebut dia.
Sementara itu pembangunan drainase Paket B tahun 2017, Subekhan mengatakan itu akan ditindaklanjuti oleh Kejati Riau. Hal itu ditandai dengan telah diterbitkannya sprinlid.
Meksi begitu, dia mengakui belum ada melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait untuk diklarifikasi. "Paket B 2017, kita (Kejati Riau) terima laporannya, kemudian ditindaklanjuti," kata Subekhan.
"Namun kita belum melakukan pemangggil terhadap pihak-pihak terkait untuk diklarifikasi. Karena surat baru kemarin ditandatangani," sambungnya menegaskan.
Dari penelusuran Riaumandiri.co di website lpse.riau.go.id, pembangunan drainase Paket B tahun 2016, proyek itu dimenangkan oleh PT Razasa Karya dengan nilai penawaran Rp11.636.206.030 dari pagu anggaran Rp14.314.000.000.
Perusahaan yang beralamat di Jalan Puri, Gang Purnama nomor 267-I, Kelurahan Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara itu mampu mengalahkan 217 perusahaan lainnya.
Sementara untuk 2017, proyek itu dimenangkan PT Mulia Sejahtera dengan nilai penawaran Rp6.335.121.000.000 dari nilai pagu Rp8 miliar. Adapun jumlah perusahaan yang mengikuti lelang sebanyak 140 peserta.
Sebelumnya, pengusutan penyimpangan proyek itu telah dilakukan untuk drainase Paket A. Pengusutan itu dilakukan penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru dengan menetapkan lima orang tersangka.
Mereka adalah Sabar Jasman, Direktur Sabarjaya Karyatama. Perusahaan ini merupakan rekanan proyek yang dikerjakan tahun 2016 lalu. Lalu, Ichwan Sunardi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Iwa Setiady selaku Konsultan Pengawas dari CV Siak Pratama Engineering, dan Windra Saputra selaku Ketua Pokja. Terakhir, Rio Amdi Parsaulian selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Dugaan rasuah itu terjadi pada tahun 2016 lalu. Adapun pagu paket sebesar Rp14.314.000.000 yang bersumber dari APBD Riau tahun 2016. Pekerjaan itu berdasarkan surat perjanjian kontrak tanggal 21 September 2016 dengan nilai kontrak seluruhnya sebesar Rp11.450.609.000 yang dilaksanakan oleh PT Sabarjaya Karyatama. Terhadap pekerjaan tersebut rekanan telah menerima pembayaran 100 persen.
Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa pekerjaannya yang tidak sesuai dengan kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara sebesar Rp2.523.979.195. Angka itu berdasarkan hasil perhitungan audit BPKP Provinsi Riau tanggal 18 September 2018.
Terkait angka kerugian negara itu, penyidik belum ada menerima pengembalian kerugian negara dari para tersangka.
Reporter: Dodi Ferdian