RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Bank Indonesia memprediksi tren penurunan harga kelapa sawit akan berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2018, karena besarnya peran komoditas itu dalam menyopang perekonomian daerah.
"Dampak sawit akan menyebabkan perkembangan ekonomi dari sektor sawit menurun atau minimal stagnan, apabila dari sektor lain tidak ada yang meningkat," kata Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Riau, Irwan Mulawarman, kepada wartawan di Pekanbaru, Senin (3/12/2018).
Irwan mengatakan hal tersebut terkait tren penurunan harga kelapa sawit di Riau, yang makin parah pada akhir tahun ini. Menurut dia, isu kerusakan lingkungan oleh ekspansi sawit terhadap perdagangan komoditi Indonesia ini sangat besar dampaknya terhadap menurunnya permintaan pasar khususnya dari Eropa.
Kondisi ini juga berimbas ke Riau karena berdasarkan data BI, Provinsi Riau menyumbang sekitar 30 persen dari produksi sawit nasional dengan luas lahan perkebunan sawit lebih dari 2,2 juta hektare. Sawit juga menjadi komoditi andalan pertumbuhan ekonomi dari sektor di luar minyak dan gas bumi bagi Riau.
Dampak penurunan harga sawit akan paling dirasakan oleh petani mandiri karena marjin pendapatan sangat rendah hanya berkisar Rp100 hingga Rp150 per kilogram. Dengan begitu, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV-2018 diperkirakan bisa saja stagnan di angka 2,9 persen seperti triwulan III.
"Kegiatan belanja pemerintahan seperti acara-acara di hotel bisa mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi, tapi itu kecil sekali," kata Irwan terkait pengaruh sektor selain sawit untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Riau.
Harga kelapa sawit di tingkat petani di Provinsi Riau terus mengalami tren penurunan hingga anjlok ke angka Rp500 per kilogram.
"Mati, harga sawit mati. Cuma Rp500 per kilogram," kata Reno, seorang petani sawit di Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu.
Petani mulai merasakan penurunan harga sawit sejak sekitar bulan Juli 2018 dari sempat menyentuh kisaran Rp1.000 per kilogram (Kg) kemudian terus merosot. Dengan harga sawit hanya Rp500 per kilogram, lanjutnya, petani yang ingin mempertahankan kebun terpaksa memanen ketimbang tanamannya rusak, apalagi usia pohon sudah mencapai 10 tahun.
Banyak juga kejadian petani membiarkan tandan buah sawit tak dipanen karena merugi.
"Harga balik modal produksi minimal itu di angka Rp600 per kilogram. Di bawah itu, kita sebenarnya merugi," katanya.