Batam (HR)-Daerah Tanjung sauh yang direncanakan menjadi lokasi pembangunan Pelabuhan Alih Kapal segera masuk dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepulauan Riau.
"Tanjungsauh sudah diusulkan masuk FTZ sebagai daerah pengembangan," kata Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB/ FTZ) Batam Bintan dan Karimun Muhammad Sani di Batam, Kamis (12/3).
Saat ini daerah Tanjung sauh dipastikan tidak lagi berstatus hutan lindung sesuai dengan Surat Keputusan Menhut Nomor. SK.76/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan di Kepri.
Setelah bebas dari status hutan lindung, maka akan lebih mudah untuk ditetapkan masuk FTZ.
Menurut Gubernur, untuk dikembangkan menjadi pelabuhan "transhipment", daerah itu harus menjadi FTZ terlebih dulu. Karena status FTZ menjanjikan banyak keuntungan kepada pengusaha yang akan beraktifitas di sana.
"Kalau tidak ada FTZ, operasional sulit," kata pria yang juga Gubernur Kepulauan Riau itu.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam Imam Bachroni mengatakan proyek pembangunan Pelabuhan Tanjungsauh rencananya menjadi hub bagi kapal kargo internasional yang melewati Selat Malaka baik dari pasar Eropa dan Asia maupun sebaliknya.
Proyek pengembangan Pulau Tanjungsauh menjadi pelabuhan alihkapal merupakan bagian dari upaya BP Kawasan Batam mengekspansi kemampuan Pelabuhan Batam dengan menyerap pasar kargo di Selat Malaka yang selama ini hanya dinikmati oleh Singapura dan Malaysia.
Pada pulau tersebut rencananya dibangun terminal kargo seluas 1.000 hektare, lalu disambung dengan jalur darat atau jembatan sepanjang 7 kilometer dari Terminal Kabil.
Tanjungsauh diharapkan mampu menyerap pasar aktivitas bongkar muat sebanyak 4 juta TEUs per tahun atau 20 kali dari kapasitas Terminal Petikemas Batuampar. (ant/ivi