RIAUMANDIRI.CO, PASIR PENGARAIAN - Meski sudah berlalu cukup lama, ternyata Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) gelombang pertama yang dilaksanakan serentak di Kabupaten Rokan Hulu pada tahun 2016 silam terindikasi melanggar hukum.
Hal itu diketahui dari hasil hearing Komisi III DPRD Rokan Hulu bersama Yayasan Bening Nusantara, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMD) Rohul, yang dilaksanakan di ruang rapat DPRD Rokan Hulu, Selasa (27/11/2018).
Hearing tersebut dipimpin langsung oleh Wahyuni selaku Ketua Komisi III DPRD Rohul dan dihadiri sejumlah anggota dewan lainnya. Sedangkan dari dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMD) Rohul, diwakil Prasetio selaku Sekretaris DPMD, dan Indra Ramos dari Yayasan Bening Nusantara.
Pada kesempatan itu, Indra Ramos Kepada DPRD tanpa ragu membuka soal dugaan pelanggaran yang terjadi pada Pilkades 2016 silam. Dikatakannya bahwa biaya Pilkades serentak di Rokan Hulu pada tahun 2016 sebagian besar dibebankan kepada calon kades dan pihak ketiga. Dan pihak ketiga itu adalah calon kepala desa. Dan itu dijadikan sebagai pra-syarat.
“Semua calon kades membayar, bahkan ada yang mencapai Rp 11 juta,” ungkap Indra Ramos, sambil menunjukan bukti kwitansi serah terima uang kepada DPRD Rohul.
Biaya Pilkades yang dibebankan kepada calon kepala Desa, kata Indra Ramos, diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) No 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 34 ayat 6, dan Perda nomor 4 tahun 2016, yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pilkades serentak wajib ditanggulangi oleh negara.
“Sesuai bukti yang kami terima, ada enam desa sample calon kades yang membayar. Kalau jumlah uangnya ada sekitar Rp150 juta. Kita pun ada bukti-bukti dan kwitansinya bahwa mereka (calon kades) membayar. Dan hampir semua calon Kades membayar,” ujar Indra Ramos.
Atas dugaan pelanggaran tersebut, Ramos meminta pemerintah daerah meminta maaf dan mengembalikan uang para calon kepala Desa yang sudah diserahkan kepada panitia tersebut.
“Kalau mereka (pemda) tidak melakukan (minta maaf dan mengembalikan uang), kita (Yayasan Bening Nusantara ) akan melakukan tindakan hukum. Hukum ini kan tidak berlaku surut. Artinya, meski Perda ini sudah direvisi, tapi pelanggaran yang terjadi sebelumnya tidak terhapus,” sebutnya.
Sementara Ketua Komisi III DPRD Rohul, Wahyuni, usai hearing menjelaskan bahwa Perda nomor 4 tahun 2016 tentang Pilkades itu bahwa sumber dana Pilkades itu berasal dari tiga sumber, yakni APBD, APBDes dan pihak ketiga.
“Namun waktu pelaksanaan (Pilkades) APBD sudah selesai dibahas. Tentu tidak ada lagi pencantolan pada DPA. Karena kita memakai manajemen keuangan juga,” terang Wahyuni.
Ditanya sehubungan dengan APBD yang telah disahkan, dan kenapa Pilkades serentak tidak majukan pada tahun 2017, Wahyuni mengaku Pilkades serentak tahun 2016 tidak dipaksakan, tapi harus dilaksanakan karena sebagian besar Desa, ada yang sudah dua tahun di PJS-kan.
“Inilah salah satu alasannya kenapa Pilkades serentak dilaksanakan pada tahun 2016. Bukan dipaksakan, karena adanya permintaan dari Desa. Jika ada penafsiran lain soal pungutan dari pihak ketiga, silahkan ke pihak yang berwajib. Yang jelas kita (DPRD) sudah mencoba menjelaskannya,” ujar Wahyuni.
Di tempat yang sama, Prasetio mengatakan mengenai beban Pilkades yang dibebankan kepada pihak ketiga, itu sudah sesuai denga Perda tentang Pilkades.
“Dalam Perdai itu kan sudah jelas. Sumber dananya berasal dari APBD dan pihak ketiga. Justru itu Perda tersebut direvisi lagi. Dimana Pilkades serentak tahun 2018 tidak dibenarkan lagi melakukan pungutan,” tegas Prasetio.
Reporter: Agustian