RIAUMANDIRI.CO, PARADISE - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan sudah menuju utara Kalifornia pada Sabtu (17/11/2018) untuk melihat langsung kepiluan dan kehancuran dari kebakaran hutan yang paling mematikan dalam sejarah AS. Data pasti menyoal jumlah korban tewas dan hilang masih belum pasti dan semakin bertambah dari hari ke harinya. Pihak berwenang mengkonfirmasi korban tewas tercatat sebanyak 71 orang. Sementara 1.011 orang dinyatakan hilang.
Dalam wawancara dengan Fox New belum lama ini, Trump terkejut dan berduka melihat foto-foto petugas pemadam kebakaran dan wilayah yang terdampak kebakaran. Menurutnya, perubahan iklim hanya menyumbang sedikit sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kebakaran kali ini.
"Mungkin itu berkontribusi sedikit. Masalah besar yang kita miliki adalah manajemen," ujar Trump.
Kebakaran hutan melanda sepekan lalu di kaki bukit Sierra bersemak belukar dan kering, di 280 km sebelah utara San Fransisco. Ini menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan di Amerika Serikat sejak pergantian abad terakhir.
Pihak berwenang menghubungkan tingkat kematian tinggi itu sebagai akibat dari kecepatan angin sehingga memicu api berkobar di Paradise, kota yang berpenduduk 27 ribu jiwa.
"Hampir 12 ribu rumah dan bangunan, termasuk sebagian besar kota itu, terbakar Kamis (15/11) malam lalu beberapa jam setelah api berkobar," kata Departemen Kehutanan dan Perlindungan Kebakaran Kalifornia.
Apa yang tersisa di kota itu ialah kompleks permukiman yang kosong, berasap dan tertutup debu dan puing-puing. Ribuan struktur bangunan lain masih terancam oleh kebakaran, dan sebanyak 50 ribu orang diperintahkan untuk mengungsi pada saat puncak kebakaran.
Pasukan pemadam kebakaran, banyak di antaranya yang didatangkan dari negara-negara bagian yang jauh, berjibaku memadamkan api. Angka resmi 1.011 orang, yang keberadaan dan nasibnya hingga kini belum diketahui, mencapai lebih empat kali lipat dari angka 297 yang tercatat sebelumnya oleh Kantor Sherif Butte County.
Sheriif Bute County, Kory Honea mengatakan, bertambahnya jumlah orang hilang dimungkinkan dari mereka yang melarikan diri, namun tidak mengetahui bahwa namanya tercatat dalam catatan korban hilang. "Pihak berwenang membuat daftar publik sehingga orang bisa melihat apakah mereka ada di dalamnya dan memberi tahu pihak berwenang bahwa mereka aman," kata Honea seperti dikutip laman Assosiated Press.