RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Makian Bupati Boyolali Seno Samodro kepada Prabowo Subianto berbuntut panjang. Ia dilaporkan ke Bawaslu dan Bareskrim Polri serta menerima sejumlah kritik dari kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
Makian Seno merupakan kelanjutan dari pernyataan Prabowo soal 'tampang Boyolali'. Seno memaki Prabowo saat demonstrasi aksi bela 'Tampang Boyolali' pada Minggu (4/11) di gedung Balai Sidang Mahesa, Boyolali, Jawa Tengah. Saat berpidato, Seno mengucapkan umpatan untuk Prabowo. Demo dilakukan warga Boyolali atas pernyataan Prabowo soal 'tampang Boyolali' yang dikaitkan dengan tidak bisa pergi ke hotel mewah.
Seno dilaporkan Tim Advokat Pendukung Prabowo ke Bawaslu RI, Senin (5/11). Seno dianggap mengajak massa membenci dan menghina Prabowo. Ia juga dianggap menggunakan kekuasaan sebagai bupati untuk mempengaruhi masyarakat.
Laporannya diterima Bawaslu dengan nomor laporan 13/LP/PP/RI/00.00/XI/2018. Beberapa barang bukti yang dilampirkan antara lain capture berita online dan video pidato Seno yang memaki Prabowo dengan kata kasar.
Pada hari yang sama, Seno juga dilaporkan oleh seorang warga bernama Ahmad Iskandar, yang didampingi Tim Advokat Pendukung Prabowo, ke Bareskrim Polri. Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/1437/XI/2018/Bareskrim tertanggal 5 November 2018.
Seno dituduh melakukan tindak pidana terhadap ketertiban umum sebagaimana Pasal 156 KUHP juncto Pasal 15 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946. Juru bicara Tim Advokat Pendukung Prabowo, Hendarsam Marantoko, menilai makian Seno sebagai bentuk penghinaan berat.
"Kita melaporkan Bupati Boyolali Seno Samodro terkait dengan ujaran kebencian yang dilakukan Seno Samodro dalam hal ini mengatakan Pak Prabowo Subianto, menghina Pak Prabowo Subianto menyamakannya dengan ucapan hewan, ucapan a**, yang dalam bahasa Jawa artinya itu an**ng," ungkap Hendarsam.
Seno, yang merupakan kader PDIP, mendapat pembelaan dari partainya. Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto menyebut sikap Seno sebagai kultur egaliter warga setempat.
"Ini soal kultur, anak-anak wilayah Surakarta, terutama yang bersikap egaliter, pisuhan (makian) kata a** itu sudah kebiasaan. Mungkin sama dengan kebiasaan (habit) Pak Prabowo yang bicara tampang untuk mengontraskan sesuatu. (Pisuhan Seno) itu balasannya," kata Bambang, Selasa (6/11).
Ia menyebut pisuhan Seno merupakan bentuk kekesalan atas pernyataan 'tampang Boyolali' oleh Prabowo. Apalagi, kata Bambang, hinaan soal 'rai' (muka/tampang/wajah) menjadi hal yang sangat sensitif bagi masyarakat Jawa.
"Seno lupa kalau dia bupati, dia masih bergaya egaliter (habit ini) 'ooo, a**!!* (memaki karena kesal). Yang pasti, Pak Seno hanya mereaksi kata Pak Prabowo dengan gaya khas egaliter Surokartanan," sebutnya.
"Itu habit saja. Rakyat Boyolali ya seneng dengan gaya kayak begitu. Idiom yang cocok dengan keseharian mereka. Sekali lagi, soal kultur. Yang pasti Pak Seno hanya mereaksi kata Pak Prabowo dengan gaya khas egaliter Surokartanan. Sebaiknya ya saling memaafkan sajalah," imbuh anggota DPR itu.
Anggota Dewan Pembina Gerindra Djoko Santoso juga berbicara soal maaf. Pihak Prabowo awalnya dituntut meminta maaf atas pernyataan 'tampang Boyolali', tapi menolak.
Meski begitu, Djoko mengucap maaf atas kontroversi ini, meski secara singkat. Hanya, ia menilai pernyataan eks Danjen Kopassus itu telah dipolitisasi.
"Ya kalau maaf, ya maaf sajalah. Ya tinggal orang pandang dari mana, kalau dari pergaulan ya biasa-biasa saja. Tapi kalau dipolitisasi ya, ya begitulah kalau menurut saya. Ini tahun politik semua," sebut Djoko.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, menilai pelaporan atas Seno berlebihan. Ia menilai apa yang dilakukan Seno wajar sebagai bentuk kekesalan karena Boyolali telah direndahkan.
"Apa yang dilakukan oleh Pak Seno masih wajar. Beliau mengawal rakyatnya. Dengan demikian, demonstrasi berlangsung tertib dan damai. Apa yang dilakukan sebagai bagian pendidikan politik untuk disampaikan ke Pak Prabowo agar berhati-hati dalam berbicara dan jangan eksploitasi kemiskinan rakyat hanya untuk tujuan kekuasaan politik," ungkap Hasto.
Sementara itu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menyayangkan dipersoalkannya pernyataan Prabowo mengenai 'tampang Boyolali'. Ia juga menganggap kontroversi itu seolah-olah diseret ke isu SARA dan dipolitisasi pihak tertentu.
"Statement terkait 'tampang Boyolali' itu ditafsirkan secara ugal-ugalan, bahkan kami lihat menyeretnya menjadi isu rasialisme, terutama menjadi isu kedaerahan, dan cara-cara ini berbahaya dalam kontestasi pilpres kita," kata Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Seno sendiri belum angkat bicara. Namun korlap aksi bela 'tampang Boyolali', S Paryanto, menyatakan kubu Seno siap menghadapi persoalan pelaporan itu.
"Kami akan menyikapi hal itu. Nanti akan kita lalui proses dan prosesnya seperti apa, wong namanya itu juga aturan. Regulasi yang harus diikuti oleh semua," tegasnya.
Di sisi lain, Bawaslu masih akan melakukan verifikasi atas laporan tersebut. Bawaslu akan mengecek apakah ada pelanggaran yang dilakukan Seno.
Bawaslu mengatakan pelanggaran kampanye dapat dikategorikan bila disampaikan oleh peserta atau tim kampanye dan dalam aktivitas kampanye, sehingga Bawaslu perlu mencari tahu apakah Seno masuk tim kampanye di Pilpres 2019.
"Saya belum bisa mengatakan apakah ini melanggar atau tidak sebelum memberikan penilaian atas peristiwa itu," ungkap anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo.
"Larangan itu kan kalau itu aktivitas kampanye, jadi harus dinilai dulu itu aktivitas kampanye atau bukan atau itu semacam gerakan masyarakat yang tidak dilakukan peserta pemilu, tim kampanye, atau pelaksana kampanye. Apakah dia tim kampanye atau pelaksana kampanye," sambungnya.