RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI, Akhmad Muqowam mengatakan, untuk menghindari terjadi benturan regulasi, perlu ada pemahaman yang utuh dalam pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/11), hal yang berbenturan dengan UU Desa itu antara lain ruang lingkup desa dan penganggaran desa. Penanganan terhadap empat bidang yang masuk ruang lingkup desa yakni pemerintahan desa, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan kemasyarakatan tidak dilakukan oleh satu institusi kementerian, melainkan beberapa kementerian.
Padahal dalam UU Desa jelas dikatakan, menteri yang menangani urusan desa dilakukan Menteri Desa. Tetapi kenyataan, masalah desa ini dilaksanakan lebih dari satu kementerian, ini yang membuat kesulitan dan fragmentasi, baik vertikal atau pun horizontal sehingga itu langsung atau tidak merugikan masyarakat dan desa.
Terkait dengan penganggaran desa sebagaimana Pasal 72 UU Desa, anggaran pendapatan dan belanja desa bersumber dari pendapatan desa, pajak dan retribusi, alokasi dana desa, dana desa, bantuan dari pemerintah di atas desa, dan hibah dan pendapatan desa lainnya.
Dari tujuh sumber APB Desa tersebut, kata Ketua Komisi V DPR RI 2004-2009 itu, dua sumber berasal dari pemerintah pusat yaitu alokasi dana desa yang dihitung 10 persen dari dana APBN untuk dana transfer ke daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
Dan, tentang hal ini didasarkan kepada UU Pemerintah Daerah, sedangkan dana desa dialokasikan 10 persen di luar dana transfer ke daerah, dalam pelaksanaan dilakukan secara bertahap, dan dalam alokasi untuk masing-masing desa dilaksanakan dengan berpegangan pada luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan dan kesulitan geografis.
Menurut Muqowam yang maju sebagai calon rakyat 2019-2024 untuk Dapil I Provinsi Jawa Tengah tersebut, jumlah dana desa yang diterima antara desa di lereng Merapi dengan desa yang berada di pinggir Jalur Pantura harus berbeda serta disesuaikan dengan asas keadilan.
“Kalau dana desa tidak berpegangan kepada keempat kriteria tadi, desa kaya semakin kaya, dan desa miskin gak `ngejar`, sehingga Presiden Jokowi harus melakukan koreksi terhadap kebijakan dana desa,” ungkap Muqowam.
Laki-laki kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 1 Desember 1960 tersebut juga menyoroti penggunaan dana desa yang selama ini hanya untuk pembangunan infrastruktur saja.
“Kementerian Desa nggak paham, juga untuk membangun ekonomi. Presiden Jokowi sudah berpihak pada rakyat, tapi sayangnya menteri yang menangani tidak punya kemampuan membaca UU Desa,” demikian Akhmad Muqowam.
Reporter: Syafril Amir