RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut data produksi beras sudah berantakan sejak 1997 atau era Presiden Soeharto. Data tersebut, seperti laporan Badan Pusat Statistik (BPS), yang kemudian membuat pemerintah keliru dalam menentukan kebijakan dan saat ini dibenahi pemerintah.
"Memang, tidak benar data itu. Ini setahun lalu, BPS sampaikan ke kami dan ini mau kami benarkan," ujarnya di Tangerang, Rabu (24/10/2018).
Upaya yang dilakukan pemerintah saat ini adalah menerapkan data acuan tunggal untuk produksi beras. Data tersebut dilakukan melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikembangkan bersama Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) dengan pemindaian satelit dari LAPAN untuk kemudian diolah Badan Informasi Geospasial (BIG).
Sebelumnya, BPS menyatakan data produksi beras hingga akhir tahun berada di kisaran 32,42 juta ton atau lebih rendah 32 persen dari estimasi Kementerian Pertanian yang sebanyak 46,5 juta ton.
Tak cuma produksi beras, data berbeda juga terjadi di luas lahan sawah baku. Data citra satelit resolusi tinggi LAPAN dan BIG menunjukkan luas lahan sawah baku saat ini 7,1 juta hektare (ha).
Sementara itu, data Kementerian Pertanian per September menunjukkan data luas lahan sawah sebesar 8,18 juta ha.
Data perhitungan BPS dan Kementan soal proyeksi konsumsi saat ini juga berbeda. BPS menghitung konsumsi beras langsung dan tidak langsung mencapai 111,58 kilogram (kg) per kapita per tahun atau senilai 29,57 juta ton secara keseluruhan.
Sementara, data Kementan memproyeksi konsumsi sebanyak 33,89 juta ton dengan pertumbuhan penduduk 1,27 persen.