RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Lima tersangka dugaan korupsi pembangunan drainase paket A di Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Selasa (16/10). Pemeriksaan itu dalam status mereka sebagai tersangka.
Adapun lima tersangka itu adalah; Sabar Jasman sebagai pelaksana pekerjaan, Ichwan Sunardi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Iwa Setiady selaku Konsultan Pengawas dari CV Siak Pratama Engineering, Windra Saputra selaku Ketua Pokja, dan Rio Amdi Parsaulian selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Pemeriksaan mereka dalam statusnya sebagai tersangka. "Sebelumnya mereka telah pernah dimintai keterangan sebagai saksi," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady kepada Riaumandirico di ruangannya, Selasa siang.
Dikatakan pria yang akrab disapa Fuad itu, pemeriksan tersebut guna melengkapi berkas perkara dan alat bukti yang diperlukan. Langkah ini dilakukan sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Jaksa Peneliti atau tahap I.
"Ini pemeriksaan pertama sejak kelimanya ditetapkan sebagai tersangka," sebut mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Batam itu.
Diterangkan Fuad, kelimanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara atau ekspos yang dilakukan pada Selasa (9/10) pekan lalu. Hasil ekspos itu menjelaskan bahwa terdapat cukup alat bukti untuk menentukan tersangka.
"Mereka merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam penyimpangan proyek yang dikerjakan pada tahun 2016 lalu itu," imbuh Fuad.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Riaumandiri.co, lima tersangka mendatangi Kantor Kejari Pekanbaru di Jalan Jenderal Sudirman sekitar pukul 11.00 WIB. Satu jam berselang, para tersangka tampak keluar dari ruang pemeriksaan untuk istirahat makan dan Salat Zuhur. Pemeriksaan dilanjutkan kembali pada pukul 14.00 WIB.
Pada pukul 18.00 WIB, Windra Saputra dan Sabar Jasman diketahui telah merampungkan proses pemeriksaan. Sementara tiga tersangka lainnya harus melanjutkan proses pemeriksaan setelah Salat Magrib.
Di sela-sela proses pemeriksaan, Eva Nora selaku Penasehat Hukum dari Rio Amdi dan Icwan Sunardi, menerangkan sedikit terkait materi pemeriksaan. Dikatakan Eva, dalam proyek itu Rio Amdi merupakan PPTK.
"(Yang ditanyakan penyidik terkait) Tupoksi dia sebagai PPTK. Apa yang menjadi tupoksi dia. Dan ada beberapa keterangan yang tentu berbeda antara dia dengan saksi yang lain. Sehingga keterangan yang berbeda itu yang ditanyakan penyidik," ujar Eva Nora seraya menyatakan hingga jeda Salat Magrib, Rio dicecar penyidik sebanyak 36 pertanyaan.
Sementara, Ichwan Sunardi adalah PPK dalam proyek tersebut. Saat itu Ichwan diketahui tidak ada memegang jabatan struktural di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengerjakan proyek ini. Dikonfirmasi hal itu, Eva Nora memberikan penjelasan.
"Sejauh ini pertanyaan belum ada sampai ke sana. Yang jelas dia (Ichwan Sunardi,red) sebagai PPK dengan SK Pengguna Anggaran (PA), Pak Dwi (Dwi Agus Sumarno, Kadis PU Riau saat itu,red). Dan itu tidak dia sendiri. SK tersebut mengikuti eselon. Dalam satu SK itu ada beberapa PPK dan PPTK," imbuh Eva Nora.
Terpisah, Noor Aufa selaku PH dari Iwa Setiady, mengatakan penyidik telah mengajukan sebanyak 65 pertanyaan kepada kliennya. Pertanyaan itu terkait tupoksi dia sebagai konsultan pengawas dalam proyek tersebut.
"Ini masih lanjut. Mau Salat (Magrib) dulu," singkat Noor Aufa.
Untuk diketahui, dugaan rasuah itu terjadi pada tahun 2016 lalu. Saat itu, Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau melakukan pembangunan drainase di Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A.
Gorong-gorong itu dibangun di sepanjang jalan dari simpang Jalan Riau hingga simpang Mal SKA Pekanbaru. Adapun pagu paket sebesar Rp14.314.000.000 yang bersumber dari APBD Riau tahun 2016.
Pekerjaan itu berdasarkan surat perjanjian kontrak tanggal 21 September 2016 dengan nilai kontrak seluruhnya sebesar Rp11.450.609.000 yang dilaksanakan oleh PT Sabarjaya Karyatama. Terhadap pekerjaan tersebut rekanan telah menerima pembayaran 100 persen.
Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa pekerjaannya yang tidak sesuai dengan kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara sebesar Rp2.523.979.195. Angka itu berdasarkan hasil perhitungan audit BPKP Provinsi Riau tanggal 18 September 2018.
Reporter: Dodi Ferdian