RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kepolisian Daerah (Polda Riau telah menetapkan lima tersangka dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir. Identitas empat tersangka telah terkuak, sementara satunya lagi masih menjadi misteri.
Awalnya kasus ini menjerat dua tersangka, yaitu Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tak lama kemudian pada Juni 2018, terbit dua Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Munculnya SPDP itu tak lepas dari petujuk yang diberikan Jaksa Peneliti saat menelaah berkas dua tersangka awal. Menurut jaksa, ada keterlibatan pihak lain dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih, dan itu kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik. Meski begitu, pada SPDP itu belum tertera nama tersangka.
Barulah pada akhir September 2018, identitas tersangka itu terkuak. Mereka adalah Syafrizal Taher dan Haris Anggara yang merupakan konsultan pengawas dan kontraktor proyek yang dikerjakan tahun 2013 lalu. Terkait dua nama itu diketahui dari surat penetapan tersangka yang dikirimkan penyidik Polda Riau ke jaksa peneliti.
Dengan diketahuinya dua tersangka baru itu, berarti sudah empat tersangka yang identitasnya terkuak. Masih ada satu tersangka lagi yang masih menjadi misteri. Pasalnya, di perkara yang sama, penyidik Polda Riau juga telah mengirimkan SPDP tanpa adanya nama tersangka pada pertengahan Agustus lalu.
Dikonfirmasi hal ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Gidion Arif Setiawan, belum bersedia memaparkan identitas tersangka kelima itu. Dia berdalih, pihaknya masih fokus melakukan penyidikan guna pengumpulan alat bukti.
"Masih dalam penyidikan. Jadi belum bisa kita sampaikan (identitas tersangka terakhir,red)," ungkap Gidion, Rabu (3/10/2018).
Menurutnya, masih ada tahapan yang mesti dilalui penyidik dalam pengusutan perkara ini. Jika proses teleh rampung, pihaknya berjanji akan menyampaikan identitas tersangka baru tersebut. "Nanti akan kita sampaikan," sebut mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadir Resnarkoba) Narkoba Polda Metro Jaya itu.
Diketahui, dalam perkara ini sejumlah pihak telah diperiksa, termasuk Muhammad. Bahkan Wakil Bupati Bengkalis itu telah beberapa kali diperiksa, namun statusnya masih sebagai saksi.
Keterangan Muhammad itu sangat dibutuhkan penyidik. Pasalnya dalam proyek tersebut, Muhammad menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau.
Saat disinggung apakah tersangka terakhir itu adalah Muhammad, Gidion enggan menjawabnya. "Ini kan proses. Masih ada proses lagi. Jadi belum bisa diekspos," pungkas Gidion.
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Reporter: Dodi Ferdian