RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Seratusan massa yang bergabung dalam Mahasiswa Pejuang Rakyat Riau (MPRR) kembali mendatangi Mapolda Riau, Rabu (19/9/2018). Massa mendesak agar oknum anggota DPRD Rokan Hulu (Rohul) Sari Antoni, segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap.
Tuntutan ini terkait dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan hasil panen sawit yang diduga dilakukan oleh Sari Antoni. Perkara itu ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau.
Perkara ini diusut sejak tahun 2016, berasaskan Laporan Polisi Nomor: STPL/520/X/2016/RIAU/SPKT tanggal 10 Oktober 2016. Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, namun belum ada penetapan tersangka.
Dalam perjalananan perkaranya, pihak kepolisian menghentikan penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Atas SP3 itu, masyarakat mengajukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Hasilnya, hakim memutuskan bahwa SP3 dicabut, dan Polda diminta untuk melanjutkan penyidikan tersebut. Hingga akhirnya, Polda Riau kembali melakukan penyidikan.
"Sejak Juni 2009 sampai 2018, dia (Sari Antoni) hanya beberapa kali memberikan hasil kebun milik anggota Koperasi Sejahtera Bersama yang luasnya 1.102 hektare," ujar Daniel Saragih selaku Koordinator Aksi.
Oleh karena itu, masyarakat yang sebagai pemilik lahan, merasa tertipu. Diduga Sari Antoni yang juga merupakan Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Rohul menggelapkan hasil panen tersebut.
Untuk itu, massa yang pada umumnya terdiri dari warga yang sudah berusia lanjut dan membawa anak-anak ini, mendesak agar Sari Antoni ditetapkan sebagai tersangka. "Kami meminta agar Polda Riau untuk menangkap Sari Antoni yang merupakan seorang oknum anggota dewan tersebut," sebut Daniel.
Daniel juga menilai, Polda Riau lamban dalam menangani perkara tersebut. Bahkan, sudah dua kali mereka melakukan aksi demo, tidak terlihat perkembangan yang berarti. Mereka hanya dijanjikan saja pada aksi demo pertama. "Nyatanya, kasus ini belum ditindaklanjuti. Masyarakat kecewa," kesal Daniel.
Dia menyebut, kerja sama yang dilakukan dalam bentuk koperasi itu, masyarakat sebagai pemilik lahan hanya menerima Rp80 ribu per bulan. Tentu saja hal ini merugikan masyarakat. "Kasihan kita melihat mereka. Sudah tua, datang ke sini untuk menuntut keadilan. Ada yang pakai tongkat ke sini," kata Daniel.
Turut menyampaikan aspirasi, seorang wanita yang telah berusia 63 tahun. Sang ibu yang diketahui bernama Icar itu dalam orasinya memohon agar Polda Riau dapat mengusut tuntas perkara ini.
"Kami minta tolong sama bapak (Polda Riau). Tolong kami, pak. Sudah sekian tahun ini, pak," terang Icar terisak menangis. "Tanah itu milik kami. Tapi kami cuma terima Rp80 ribu sebulan. Itu yang kami sampaikan ke bapak. Hak kami sudah diambilnya," sambungnya.
Setelah beberapa waktu orasi, pihak Polda Riau kemudian menerima perwakilan pendemo, termasuk Ketua Koperasi Sejahtera Bersama, Anton. Usai pertemuan tersebut, Anton mengatakan bahwa Polda Riau akan menindaklanjuti perkara ini.
"Dari hasil pertemuan, kasus ini akan terus berlanjut. Sekarang kata penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi. Termasuk Sari Antoni sendiri," terang Anton usai pertemuan dengan penyidik Polda Riau.
Dari informasi yang dihimpun, Sari Antoni merupakan mitra Koperasi Sejahtera Bersama guna mengelola kebun sawit milik koperasi seluas 1.102 hektare. Namun, Sari Antoni hanya memberikan hasil kebun beberapa kali kepada koperasi, terhitung sejak Juni 2009 hingga 2018. Sehingga koperasi dinilai telah mengalami kerugian senilai Rp298,9 miliar.
Sari Antoni sendiri diketahui selaku mitra kerja koperasi untuk menggarap lahan pertanian kelapa sawit. Namun seiring waktu, dia melakukan kerjasama kembali dengan pihak lainnya, yakni PT Torganda.
Reporter: Dodi Ferdian