RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutus uji materi terhadap Pasal 60 huruf j Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). KPU harus menghormati keputusan tersebut sebagai kepastian hukum.
"Peraturan KPU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017. Oleh karena itu KPU harus menghormati hasil putusan Mahkamah Agung sebagai kepastian hukum. Sehingga bagi para caleg eks koruptor, sudah jelas hak-haknya dilindungi oleh hukum," ujar Pengamat Hukum Tata Negara, Yudi Anton Rikmadani, Sabtu (15/9/2018).
Menurut Anton, putusan Mahkamah Agung dalam perkara tersebut bersifat final. Maka, kata dia, caleg eks koruptor dapat mencalonkan diri sebagai caleg, akan tetapi caleg eks koruptor harus terlebih dahulu mengumumkan dirinya sebagaimana Pasal 240 hurup g uu No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Yakni yang menyatakan "tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
"Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Kepada KPU, Bawaslu dan Masyarakat putusan hakim harus dihormati, karena itu bagian dari menghormati peradilan," tutur Anton.
Sebelumnya, Mahkamah Agung membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota bacaleg dalam Pemilu 2019. Dengan begitu, mantan narapidana dalam kasus tersebut boleh nyaleg.