RIAUMANDIRI.CO, DENPASAR - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai pelarangan aksi #2019GantiPresiden di sejumlah daerah bukan tindakan represif pemerintah. Pelarangan tersebut dilakukan semata-mata untuk menghindari benturan karena ada masyarakat yang memang menolak aksi tersebut.
Tjahjo juga menyerahkan hal tersebut kepada pihak kepolisian selaku penanggung jawab keamanan. Menurutnya, yang berhak menilai apakah ada indikasi terjadinya benturan dan mengganggu stabilitas adalah polisi dan intelijen.
"Orang boleh bersikap, boleh pidato, boleh buat spanduk, tapi muatan isi spanduk, isi pidato itu membahayakan atau tidak, itu yang tahu ya kepolisian yang memberi izin. Orang mau berpendapat ya boleh saja," kata Tjahjo Kumolo setelah melantik Penjabat Gubernur Bali di gedung Wiswa Sabha Denpasar, Rabu (29/8/2018).
Terkait aksi #2019GantiPresiden, Tjahjo menyebut harus sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada. Apalagi saat ini belum masuk masa kampanye pilpres, sehingga yang dilakukan tidak mengganggu stabilitas nasional.
"Memang, kalau mau kampanye, kampanye ada waktunya mulai 23 (September). Mau teriak 'saya capres', 'pilih saya', 'nggak usah milih itu', boleh-boleh saja, tapi jangan ada muatan-muatan seperti ini," ujarnya.
Yang penting, lanjut dia, semua orang boleh berpendapat, orang boleh punya sikap, punya pilihan. Tetapi harus bertanggung jawab. Siapa pun yang dipilih, siapa pun yang sesuai dengan hati nuraninya, silakan.
Dikatakannya lagi, semua pihak boleh berpendapat, tapi jangan mengganggu stabilitas. Tjahjo menyebut pihaknya akan menindak tegas terhadap kelompok atau pihak-pihak yang melakukan aksi yang bisa merusak kondisi keamanan.
"Tanggung jawab saya sebagai pembina daerah ya mengingatkan gubernur, bupati/wali kota, sampai kepala desa, jaga stabilitas di daerah," tutupnya.