RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriah jatuh pada 21 Agustus 2018. Adapun Pemerintah Indonesia menetapkan jatuh pada 22 Agustus 2018. Perbedaan ini pun menjadi perbincangan hangat di media sosial karena juga terkait dengan keabsahan dalam puasa sunnah Arafah.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin AF meminta kepada umat Islam agar tidak ragu dalam melaksanakan puasa Arafah pada Selasa (21/8) besok. Karena, menurut dia, Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa saat itu masih 9 Dzulhijjah.
"Jangan ragu melaksanakan puasa Arafah kita di hari Selasa. Jadi meskipun Hari Raya di Arab jatuh hari Selasa, kita jangan ragu puasa, gak haram kita. Orang kita lebarannya hari Rabu kok," ujar Hasanuddin, Ahad (19/8/2018).
Puasa Arafah menjadi salah satu puasa sunnah yang dilaksanakan sehari sebelum Idul Adha atau setiap 9 Dzulhijjah, sedangkan puasa tarwiyah dilaksanakan setiap 8 Dzulhijjah. Karena itu, umat Indonesia bisa melaksanakan puasa sunnah itu pada Senin (20/8) dan Selasa (21/8).
"Jadi di kita puasa tarwiyah dan arafahnya Senin dan Selasa. Kalau di Arab berarti hari Ahad dan Senin," ucapnya.
Hasanuddin menjelaskan, standar yang digunakan Indonesia dan Arab Saudi sebenarnya sama terkait penentuan 1 Dzulhijjah. Perbedaan kali ini terjadi hanya karena posisi hilal dan perbedaan tempat (mathla'). "Jadi gak ada masalah, ya ikut standar di sana dan yang di sini ikut standar di sini. Ukurannya hilal kan gitu," ucapnya.
Menurut dia, jika pun ada masyarakat Indonesia yang mengikuti ketetapan Pemerintah Arab Saudi, maka secara syariat tidak benar dalam pelaksanaan puasa sunnah Arafah. "Kami mengimbau supaya masyarakat memahamilah seperti itulah kententuannya secara syar'i. jangan ikut paham-paham yang lain yang tidak benar," katanya.
Hasanuddin menambahkan, Komisi Fatwa MUI siap mengeluarkan fatwa terkait hal ini jika ada masyarakat yang meminta agar dibuatkan fatwa itu. Namun, kata dia, sementara ini pihaknya hanya mencoba menjelaskan hal ini melalui media saja.
"Ya kalau memang ada permintaan apalagi minta fatwa gitu, ya kita layani. Tapi saya kira melalui media sudah cukup menjelaskan bahwa kalau di sini 9 Dzulhijjah itu hari Selasa dan besoknya baru hari raya," katanya.
Sebelumnya, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag sekaligus Ketua Tim Falakiyah, Juraidi juga menjelaskan, perbedaaan penetapan Idul Adha antara Saudi dan Indonesia karena disebabkan beberapa hal. Di antaranya karena berbedanya tempat dalam melihat hilal.
"Terjadinya perbedaan Idul Adha 1439 Hijriah antara Indonesia dan Arab Saudi adalah, pertama karena perbedaan mathla' (tempat), semakin posisi ke sebelah barat semakin mungkin melihat hilal, mathla' Saudi di sebelah barat Indonesia," ujar Juraidi, Senin (13/8).
Selain itu, lanjut dia, berdasarkan data hisab, posisi hilal akhir Dzulqa'dah 1439 Hijriah di Indonesia masih berada di bawah ufuk atau berkisar antara minus 1 derajat 43 menit sampai 0 derajat 14 menit, sehingga tidak bisa dirukyat atau dilihat. "Sementara di Saudi posisi hilal sudah berada di atas ufuk atau sekitar 2 derajat 37 menit, sehingga mungkin dirukyat," ucapnya.