RIAUMANDIRI.CO, BEIJING - Ratusan Muslim di provinsi Ningxia, di bagian barat China berusaha menghalangi pihak berwenang yang bermaksud merobohkan masjid mereka.
Para pejabat mengatakan bahwa Masjid Agung Weizhou yang baru selesai dibangun di provinsi itu belum mendapat izin pembangunan yang memadai.
Tetapi para jemaah masjid menolak untuk mundur. Seorang warga mengatakan mereka "tidak akan membiarkan pemerintah menyentuh masjid itu".
Di China terdapat sekitar 23 juta Muslim, dan kehadiran Islam di provinsi Ningxia cukup menonjol sejak berabad-abad.
Namun menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia, belakangan ini sikap kecurigaan dan tekanan terhadap Muslim di China makin meningkat.
Pada tanggal 3 Agustus, otoritas setempat memasang pemberitahuan bahwa masjid akan "dibongkar paksa" karena tidak mendapat izin perencanaan dan konstruksi yang diperlukan.
Pemberitahuan itu disebarkan secara online di antara komunitas etnis Hui yang beragama Islam, lapor kantor berita Reuters.
Banyak yang mempertanyakan mengapa pihak berwenang tidak menghentikan pembangunan masjid yang berlangsung dua tahun itu, jika tidak memberikan izin yang relevan, tulis kabar South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong.
Pada hari Kamis (9/8/2018), para jemaah melancarkan protes di luar masjid dan berlanjut hingga Jumat. Gambar-gambar yang beredar di media sosial China menunjukkan kerumunan orang berkumpul di luar gedung putih besar, yang memiliki beberapa menara dan kubah yang menjulang.
Seorang warga mengatakan perundingan antara komunitas Hui dan pemerintah mencapai jalan buntu.
"Kami kuat-kuatan saja sekarang," kata seorang warga yang menyembunyikan namanya, kepada the Post. "Warga tidak akan membiarkan pemerintah menyentuh masjid, tetapi pemerintah tidak mau mundur."
Masih belum jelas apakah rencana untuk mulai membongkar masjid pada hari Jumat ini tetap berlangsung, atau apakah kompromi telah tercapai.
Seorang pejabat dari lembaga Islam setempat mengatakan bahwa sebetulnya masjid itu tidak akan dibongkar seluruhnya. Dia mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah hanya menginginkan struktur "diubah untuk mengurangi skalanya".
Belum ada komentar sejauh ini di media pemerintah China tentang kasus ini.
Konstitusi China di atas kertas menjamin kebebasan beragama, tetapi dalam praktiknya kegiatan keagamaan masih tetap dikontrol ketat.
Gereja-gereja Kristen misalnya, pernah dipaksa untuk mencabut salib dari atap-atap gereja, karena pemerintah menganggap simbol itu melanggar aturan perencanaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pejabat jadi lebih waspada terhadap pengaruh agama asing, dan "gereja-gereja rumahan" tidak resmi yang terhubung dengan misi luar negeri, menjadi sasaran khusus.
Sementara Muslim Hui umumnya telah terintegrasi dengan baik dan dibiarkan bebas mempraktekkan agama mereka, Muslim Uighur di provinsi Xinjiang barat menghadapi tekanan pemerintah yang terus meningkat.