JAKARTA (HR)-Meski banyak ditentang aktivis pro pemberantasan korupsi, namun KPK sudah secara resmi melimpahkan kasus dugaan korupsi yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan, ke Kejaksaan Agung RI. Surat pelimpahan telah dikirim lembaga antirasuah itu pada Selasa (3/3) lalu.
"(Sudah) Resmi, surat pelimpahan perkara sudah disampaikan ke kejaksaan, sejak Selasa kemarin," ungkap pimpinan sementara KPK, Johan Budi, melalui pesan singkat, Minggu (8/3) sore.
Selanjutnya, KPK dan Kejagung akan melakukan gelar perkara untuk menyerahkan berkas dan bukti penyelidikan. Dalam gelar perkara itu nanti, juga akan dibahas mengenai proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terkait kasus Budi. Hal tersebut dilakukan untuk menjelaskan sejauhmana kasus Budi sudah ditangani KPK.
Tak Bisa PK
Sementara itu, hingga kini masih ada pihak yang mengingatkan KPK untuk membatalkan pelimpahan kasus Komjen BG tersebut. Pasalnya, jika kasus itu sudah dilimpahkan, maka KPK dikhawatirkan tidak bisa lagi melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung terkait putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
"Kalau sudah sampai di kejaksaan, tidak diatur kalau bisa diajukan PK. Jadi kalau menurut saya, KPK tidak akan lagi bisa PK," ujar mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Chairul Imam.
Senada dengan aktivitas pro pemberantasan korupsi lainnya, Chairul Imam menilai, KPK harus mengajukan PK ke MA karena putusan praperadilan yang menilai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah, sudah melanggar Undang-undang. Sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, jelasnya, sudah secara jelas disebutkan bahwa penetapan tersangka tidak termasuk objek praperadilan.
Dalam pasal tersebut ada beberapa hal dalam sebuah proses hukum yang dapat diajukan praperadilan, yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan dan penuntutan. Selain itu, diatur pula mekanisme mengenai permintaan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik. Namun, hakim Sarpin Rizaldi menganggap gugatan Budi Gunawan termasuk objek praperadilan.
"Bagaimana pun dengan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, KPK akan dirugikan. Penyelidikan yang selama ini dilakukan akan sia-sia," ujar Chairul.
Selain itu, Chairul juga meragukan HM Prasetyo yang berlatarbelakang politisi dari Partai NasDem. Apalagi, Nasdem juga ikut mendukung Budi Gunawan sebagai Kapolri dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR. "Jangan-jangan bisa didikte parpolnya. Tapi kita tidak tahu. Kita tunggu saja, ini kan baru 100 hari," tambahnya.
Terlepas dari latar belakang Prasetyo, Chairul meyakini bahwa Kejagung mampu mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Budi Gunawan dengan objektif. Menurutnya, Kejaksaan sudah berhasil mengusut banyak kasus besar selama ini.
"Kasus Soeharto saja disidik Kejaksaan. Soeharto dan kroni-kroninya, kurang besar apa," ujarnya.
KPK sebelumnya menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku tidak akan mengusut kasus tersebut. Menurut dia, akan lebih efektif jika penanganan perkara Budi Gunawan ditangani Polri. "Supaya lebih efektif, saya sebagai Jaksa Agung akan menyerahkan berkas perkara di kejaksaan ke Polri untuk diselesaikan sebagaimana mestinya," ujar Prasetyo dalam jumpa pers belum lama ini.
Tak Ditakuti
Sementara itu, anggota Tim Sembilan Jimly Asshidiqie menilai, KPK kini tidak lagi menjadi momok bagi para koruptor. Bahkan, pihak-pihak yang menentang KPK satu persatu melawan balik.
Terlebih lagi, setelah hakim Sarpin Rizaldi memutuskan untuk memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan di sidang praperadilan.
"Selama ini KPK sangat kuat sampai menakutkan di mana-mana. Setelah kasus BG, situasinya sekarang saatnya beramai-ramai mukulin KPK," ujarnya.
Jimly mengatakan, banyak pihak yang memanfaatkan putusan tersebut untuk melawan balik KPK. Dengan demikian, posisi KPK semakin diperlemah dengan kriminalisasi terhadap pimpinannya.
"Orang-orang yang disakiti kemudian memanfaatkan situasi. Momentum lemahnya KPK dimanfaatkan semua orang," tambah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Tidak hanya itu, kini sejumlah aktivis pendukung KPK dan media yang membela pemberantasan korupsi ikut dibidik Kepolisian. Bahkan Komnas HAM pun ikut disomasi penyidik Bareskrim terkait pengusutan pelanggaran HAM dalam penangkapan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto. "Semua media yang membela KPK bisa kena semua, termasuk lembaga negara. Komnas HAM, Ombdusman, bisa dilaporkan semua," ujar dia.
Dikatakan, Tim Sembilan akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas terkait desakan masyarakat untuk menghentikan kriminalisasi terhadap KPK. Dalam pertemuan tersebut akan dibahas masukan apa saja yang memungkinkan akan direalisasikan atau tidak.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo meminta Polri untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua unsur dalam KPK. Pratikno menyatakan, publik tak perlu meragukan komitmen Presiden Jokowi pada upaya pemberantasan korupsi.
Pratikno menegaskan, permintaan Jokowi agar Polri menghentikan kriminalisasi berlaku untuk tidak hanya pimpinan KPK, tetapi juga penyidik dan pegawai. Bahkan, Pratikno berani memastikan bahwa Jokowi meminta Polri tidak mengkriminalisasi individu, lembaga, atau kelompok pendukung KPK.
Sebelumnya, Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menolak jika pihaknya disebut melakukan kriminalisasi terhadap KPK. Menurutnya, pihaknya hanya menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana para pihak di KPK. (bbs, kom, sis)