RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 tentang tata cara pengunduran diri dalam pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wapres, dalam pencalonan presiden dan wapres, serta cuti dalam pelaksanaan kampanye pemilu. Peraturan ini telah diteken presiden pada 18 Juli 2018.
Dalam PP ini diatur perizinan bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Dalam pasal 29 ayat 1 tertuang, pencalonan harus disertai dengan izin dari presiden.
"Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden," bunyi ayat 1 pasal 29, dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa (24/7).
Untuk memberikan izin, dalam ayat berikutnya disebutkan, presiden hanya memiliki waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan izin. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan presiden belum juga memberikan izin, maka izin dianggap sudah diberikan.
"Dalam hal Presiden belum memberikan izin dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin dianggap sudah diberikan," demikian bunyi ayat 3 pasal 29. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018.
Tidak diketahui aturan yang baru diteken Jokowi ini akan menyasar kepada siapa. Namun, seperti diketahui, gubernur yang paling berpotensi ikut dalam kontestasi Pilpres 2019 adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies tidak mungkin bakal menjadi cawapres Jokowi. Namun, ia masih berpeluang digandeng Prabowo Subianto jika koalisi pendukungnya memilih 'jalan tengah' dengan memutuskan cawapres dari kalangan nonparpol. Apalagi, belakangan kursi cawapres Prabowo diperebutkan oleh anggota koalisi yakni PKS, PAN, dan yang belakangan akan bergabung, Partai Demokrat.
Ragam survei terkait Pilpres 2019 selalu menempatkan Anies dengan cawapres dengan elektabilitas tertinggi. Survei Media Nasional (Median) yang dirilis pada Senin (23/7), contohnya, menempatkan Anies pada posisi teratas dengan elektabilitas 10,5 persen. Anies di atas pesaing terdekatnya yaitu Muhaimin Iskandar (9,3 persen).
Dalam survei itu, Anies menjadi cawapres potensial untuk Prabowo dengan angka elektabilitas 35 persen. Anies mengungguli Gatot, Muhaimin, AHY, dan Anis Matta.
Sebelumnya, pada 25-31 Maret, Indikator Politik juga menggelar survei yang hasilnya menunjukkan nama Anies paling menonjol sebagai cawapres Prabowo. Anies mendapat perolehan 15,1 persen elektabilitas dalam survei Indikator Politik. Di bawah Anies ada AHY dengan 10,8 persen. Ketiga ada Gatot Nurmantyo 10,1 persen.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengakui, Anies Baswedan merupakan tokoh nonpartai yang elektabilitasnya tinggi. Dengan prestasinya, sangat mungkin Anies bisa dicalonkan menjadi cawapres.
"Sekarang ini mengerucut Pak Anies cawapres dari nonpartai," kata Riza, Jumat (13/7).
Penjelasan Mendagri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, Presiden Jokowi tak mempermasalahkan jika ada kepala daerah, seperti gubernur yang maju sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2019. Tjahjo mengatakan, secara administrasi memang harus ada izin dari kepala negara bagi kepala daerah yang ingin maju di pilpres.
"Saya kira bapak presiden akan mengizikan kalau ada kepala daerah, misal seorang gubernur yang mau maju capres atau cawapres. Enggak ada masalah," kata Tjahjo dikutip dari siaran resmi Kemendagri, Rabu (25/7).
Tjahjo menilai wajar, izin kepala daerah kepada Presiden bagi kepala daerah yang hendak maju capres atau cawapres. Sebab, gubernur dilantik oleh Presiden berdasarkan keputusan presiden. Kendati demikian ia mengatakan, izin dari presiden hanya bersifat administratif.
"Saya kira wajar karena gubernur itu dilantik oleh presiden dan keputusannya adalah keputusan presiden walaupun gubernur itu dipilih langsung oleh rakyat kan sama juga. Saya kira wajar hanya sekedar administratif saja," ujarnya.
Tak hanya itu, Tjahjo juga menyebut tak ada larangan jika ada gubernur atau wakil gubernur yang menjadi tim sukses capres atau cawapres. Begitu juga jika ada menteri yang maju sebagai calon legislatif, asalkan tak mengganggu tugas dan kewajiban.
"Enggak ada masalah (gubernur atau wakil gubernur jadi tim sukses) karena apa pun kepala daerah itu kan mekanismenya bisa diusulkan satu parpol atau gabungan parpol ya kira wajar," katanya.
Selain itu, pencalonan juga harus mengikuti aturan. Contohnya saja kampanye yang dilakukan harus saat masa cuti. Hal inipun juga dilakukan oleh Presiden Jokowi. Sedangkan, menteri yang mencalonkan diri sebagai caleg dapat melakukan kampanye pada akhir pekan.
"Pak Jokowi juga sama kok, beliau sebagai capres nanti pasti dia akan mengambil masa-masa cuti kampayenya kan ngambil Jumat atau Minggu," ujarnya.