RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Badan Legislasi DPR kini sedang membahas Rancangan Undang Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN). Salah satu isu yang cukup penting dalam RUU yang menjadi inisiatif Komisi VI DPR itu adalah syarat-syarat jabatan direksi dan komisaris.
"Kalau saat ini masih banyak komisaris BUMN dirangkap pejabat pemerintahan maka dalam RUU ini komisaris tidak boleh rangkap jabatan agar BUMN tidak menjadi bancakan oknum-oknum pemerintah," jelas anggota Komisi VI DPR dari Gerindra Supratman Andi Agtas dalam diskusi 'RUU BUMN , Mencegah BUMN jadi ATM jelang Pemilu 2019', di Media Center DPR, Selasa (17/7).
Isu lain yang berkembang dalam pembahasan RUU BUMN itu seperti diungkapkan Supratman, yaitu pengangkatan direksi melalui proses fit and proper test yang dilakukan DPR.
Namun fraksinya menyatakan tidak setuju karena bisa bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang parpol. "Kami tidak setuju, jangan sampai BUMN ini jadi ATM. Ini bisa berbahaya kalau DPR melakukan fit and proper test calon direksi. Implikasinya bisa berbahaya, bayangkan kalau BUMN itu bisa dipolitisasi oleh segelintir orang oleh parpol dalam rangka untuk menentukan siapa yang akan duduk di direksi," ujarnya.
Hal lain yang diatur dalam RUU tersebut adalah BUMN melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah (UKM). Dengan demikian, pola bapak angkat dengan pola kemitraan itu menjadi kewajiban.
"Kami mengusulkan 5 persen dari total keuntungan bersih BUMN sebelum pajak wajib untuk dialokasikan CSR dan dana pembinaan pada UMKM. Usulkan 5 persen sebelum pajak itu nanti lima persennya menjadi faktor pengurang terhadap beban kewajiban wajib pajak BUMN," jelasnya.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi NasDem Hamdhani mengharapkan direksi-direksi BUMN orang-orang yang berkompetisi dan memiliki dedikasi yang baik serta memiliki jam terbang dan rekam jejaknya bagus.
Ekonom senior Rizal Ramli yang juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut memberikan apresiasi kepada DPR yang telah berinisiatif mengusulkan RUU BUMN. "Harus dilakukan evaluasi revisi terhadap BUMN ini. Ini inisiatif DPR yang bagus," ujar Rizal Ramli.
Dia menyebutkan bahwa dalam banyak negara di Asia Timur, BUMN bukan hanya salah satu dari komponen ekonomi tapi juga jadi pengerak utama dan percepatan pertumbuhan ekonomi. "Kalo kita lihat sejarah Cina jadi besar mula-mula itu bukan swasta tapi BUMN yang jadi penggerak utama baru kemudian swasta," jelasnya.
"Kalo kita evaluasi, total aset BUMN sampai akhir 2017 sebesar Rp 7.202 triliun. Kami mohon maaf RP1000 trilun sumbangan Rizal Ramli. Karena saya jadi Menko Perekonomian di era Gus Dur mengevaluasi aset BUMN, terutama PLN nambah Rp 200 triliun," ungkap Rizal Ramli.
Kemudian ketika dia menjadi Menko di era pemerintahan Jokowi, dia juga telah mengusulkan di kabinet agar sejumlah BUMN dilakukan revaluasi aset ada sekitar 12 BUMN yang kalau dilakukan asetnya bisa nambah Rp 800 triliun dan penerimaan pajak dari revaluasi dari aset Rp 800 triliun didapat Rp 32 triliun.
"Maunya kami seluruh BUMN dilakukan revaluasi aset dan asetnya bakal nambah sekitar Rp 2500 triliun. Kalo pajaknya 4 persen penerimaan pajak dari revaluasi aset bakal Rp100 triliun, jauh lebih besar dari tax amnesti. Tapi kami tak kuasa karena bukan bidang kami, kami hanya Meko Maritim," ungkap Rizal Ramli.
Reporter: Syafril Amir