RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru bergerak cepat guna merampungkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru. Selain memeriksa saksi fakta, penyidik juga telah menurunkan ahli untuk mengecek fisik proyek.
Pengusutan dugaan penyimpangan proyek itu telah dilakukan sejak Maret 2018 lalu. Sejak itu, Kejari Pekanbaru melalui bidang Pidana Khusus (Pidsus) mulai mengusut perkara itu dengan memanggil dan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.
Hasilnya, Korps Adhyaksa Pekanbaru meyakini adanya peristiwa pidana dalam proyek tersebut hingga akhirnya meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Suripto Irianto pada pertengahan Mei 2018,
Adapun proyek yang disidik itu, yakni pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jl Riau-Simpang SKA). Proyek ini dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau pada tahun 2016 lalu. Diduga, proyek itu dikerjakan tidak sesuai spesifikasi yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Untuk menguatkan sangkaan, satu persatu telah dipanggil untuk dimintai keterangan. "Sejauh ini, kita telah memeriksa lebih dari 15 saksi. Itu dari pihak dinas (Dinas PUPR Riau,red) dan penyedia barang," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady saat dikonfirmasi Riaumandiri.co, Minggu (1/7/2018).
Tidak sampai di situ, penyidik juga telah menurunkan tim ahli teknis untuk melakukan cek fisik terhadap proyek tersebut. Proses cek fisik tersebut dilakukan tim ahli dibantu tenaga dan alat-alat dari Pidsus Kejari Pekanbaru.
"Tim ahli sudah melakukan cek fisik proyek itu pada pekan lalu," lanjut pria yang biasa disapa Fuad tersebut.
Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik tersebut akan diketahui apakah pekerjaan proyek telah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak. Hasil itulah nantinya yang akan dijadikan salah satu alat bukti dalam proses penyidikan perkara tersebut.
"Apakah ada kerugian negara atau tidaknya, kita tunggu hasil dari pemeriksaan teknis tersebut," imbuh mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Batam itu.
Dalam perkara itu, dugaan penyimpangan sudah ada sejak proses tender dilakukan. Sejumlah pihak diduga melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tersebut.
Dalam pengaturan itu, terdapat uang pelicin sebesar Rp100 juta. Uang tersebut disita dari Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau. Mereka mengembalikan uang tersebut pada Selasa (5/6) lalu, setelah perkara ini disidik penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru.
Uang itu diketahui untuk mengkondisikan lelang kegiatan proyek tahun 2016 lalu hingga akhirnya memenangkan suatu perusahaan. Uang itu diterima dari Pokja berinisial NI. Dari pemeriksaan, pihak Pokja mengakui telah menerima uang tersebut.
Untuk diketahui, dari penelusuran di website : www.lpse.riau.go.id, proyek itu memiliki kode 6873039, dengan nama paket : Pembangunan Drainase Jl Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jl Riau-Simpang SKA).
Pengerjaan proyek bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016, dengan nilai pagu paket Rp14.314.000.000. Proyek itu dimenangkan PT Sabarjaya Karyatama dengan nilai penawaran Rp11.450.609.000, menyisihkan 193 perusahaan lainnya.
Proyek drainase itu sempat menjadi sorotan Komisi D (saat ini Komisi IV) DPRD Riau saat melakukan inspeksi mendadak (sidak), Senin (23/1) lalu. Selain proyek itu, anggota Dewan juga meninjau sejumlah proyek lain di Kota Pekanbaru yang dikerjakan Dinas PUPR Riau, seperti proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Tunjuk Ajar Integritas Provinsi Riau di Jalan Ahmad Yani.
Selanjutnya, proyek renovasi pembangunan Masjid Raya Pekanbaru di Jalan Senapelan, serta pembangunan Gedung Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Riau, di Jalan Sumatera.
Saat itu, komisi yang membidangi infrastruktur kecewa dengan sejumlah proyek itu. Pasalnya proyek tersebut terkesan dikerjakan asal-asalan. Akibatnya, hasilnya tampak amburadul dan tidak sesuai dengan nilai proyek yang mencapai miliaran rupiah.
Terkhusus proyek drainase, anggota Dewan meminta pihak kontraktor melakukan perbaikan terhadap proyek-proyek tersebut. "Itu kan masih dalam tanggungjawab pihak kontraktor," sebut Erizal Muluk yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Riau saat itu.
"Itu juga juga terjadi karena lemahnya pengawasan pihak konsultan proyek sehingga perkejaan proyek masih amburadul," sambungnya.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto