RIAUMANDIRI.CO, TELUK KUANTAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi akan kembali menelusuri kasus dugaan korupsi pembangunan kebun Pemda Kuansing. Kejari Kuansing akan mencari tahu penyebab serta belum tuntasnya perkara tersebut.
Hal ini diutarakan oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kuansing, Yendri Aidil Fiftha, saat ditemui wartawan baru-baru ini di ruangan kerjanya.
Dikatakan Yendri, kasus dugaan korupsi ini sebelumnya pernah disilidiki oleh Kejari Kuansing, bahkan sejumlah orang yang diduga terkait dengan kasus tersebut telah dimintai keterangan oleh pihak Kejari namun sampai saat ini belum ada tersangka.
"Ya, saat ini saya sedang mempelajari dugaan kasus kebun pemda ini, sebab saya kan baru bertugas di Kejari Kuansing," ujarnya.
Dikatakan Yendri, dalam menangani kasus ini, ia akan berkoordinasi dengan atasan dan tim jaksa penyidik bidang Pidsus untuk menelusuri kasus ini kembali.
"Sejauh ini saya belum mendapat gambaran jelas terkait kasus kebun pemda tersebut. Tapi hal ini akan kita telusuri, terlebih dahulu saya akan berkoordinasi dengan atasan dan teman-teman pinyidik yang pernah menangani kasus tersebut," kata Yendri.
Yendri yang baru sebulan lalu dilantik sebagai Kasi Pidsus, menegaskan komitmen korp adhyaksa tersebut dalam penegakan hukum di Kabupaten Kuantan Singingi.
"Tidak hanya kasus kebun pemda, kami mempunyai komitmen dalam hal penegakan hukum, kami laksanakan sesuai hukum yang berlaku. Jadi siapa pun dia nantinya yang melakukan korupsi akan kami tindak tegas," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tahun 2002 lalu Pemkab Kuansing menggelontorkan dana APBD miliaran rupiah untuk membuka kebun kelapa sawit seluas 500 hektar di Desa Perhentian Sungkai Kecamatan Pucuk Rantau. Namun pelaksanaannya, diketahui terealisasi hanya 350 hektar.
Sedangkan lahan perkebunan tersebut diduga kuat berada dikawasan hutan lindung bukit betabuh. Ironisnya lagi, beberapa tahun terakhir kebun tidak lagi dikelola oleh pemkab melainkan pihak lain. Dan hasil dari perkebunan ini tidak disetorkan untuk pendapatan asli daerah (PAD). Disinyalir kebun tersebut tidak tercatat di buku aset daerah.
Reporter: Suandri
Editor: Rico Mardianto