RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Ada dugaan praktik suap dalam lelang kegiatan proyek pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru. NI sebagai pemberi dan Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau sebagai penerima suap. Nasib keduanya, akan segera ditentukan.
Praktik ilegal terjadi saat proses tender dilakukan dengan melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tahun 2016 lalu itu. Dalam pengaturan itu, terdapat uang pelicin sebesar Rp100 juta.
Uang tersebut telah disita dari Pokja di ULP Provinsi Riau. Mereka mengembalikan uang tersebut setelah perkara ini disidik penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Selasa (5/6/2018) kemarin.
Terhadap keduanya, penyidik telah mengagendakan untuk dilakukan pemeriksaan. Hal itu dilakukan untuk kelanjutan proses hukum terhadap keduanya, mengingat tindakan itu merupakan tindak pidana suap yang diatur dalam Undang-undang (UU) Tipikor.
"Kalau dari sisi yuridis, ini suap. Tindak lanjutnya seperti apa, nanti kita pelajari lagi," tegas Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady, kepada Riaumandiri.co, Kamis (7/6/2018).
Penyidik, sebut Fuad, masih terus bekerja untuk mengumpulkan alat bukti dalam perkara ini. Termasuk mengagendakan pemeriksaan NI dan pihak Pokja. Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 15 saksi. Mereka diketahui aparatur sipil negara (ASN).
"Tim (penyidik) masih bekerja. Dalam minggu ini ahli akan turun," sebut mantan Kasi Pidum Kejari Batam itu.
Di tempat yang sama, Kasi Pengelolaan Barang Bukti (BB) & Barang Rampasan Kejari Pekanbaru, Dapot Dariarma, menyebut uang sitaan ini diterima pihaknya dari penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru yang ditandai dengan adanya berita acara (BA) aerah terima.
"Uang ini selanjutnya akan dititipkan ke rekening Kejaksaan, dan akan dijadikan barang bukti dalam perkara ini," singkat Dapot.
Pengusutan dugaan penyimpangan proyek dilakukan sejak Maret 2018 lalu. Sejak itu, Kejari Pekanbaru melalui bidang Pidana Khusus (Pidsus) mulai mengusut perkara itu dengan memanggil dan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.
Hasilnya, Korps Adhyaksa Pekanbaru meyakini adanya peristiwa pidana dalam proyek tersebut hingga akhirnya meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Suripto Irianto pada pertengahan Mei 2018,
Adapun proyek yang disidik itu, yakni pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jl Riau-Simpang SKA). Proyek ini dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau pada tahun 2016 lalu. Diduga, proyek itu dikerjakan tidak sesuai spesifikasi yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Untuk diketahui, dari penelusuran di website : www.lpse.riau.go.id, proyek itu memiliki kode 6873039, dengan nama paket : Pembangunan Drainase Jl Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jl Riau-Simpang SKA).
Pengerjaan proyek bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016, dengan nilai pagu paket Rp14.314.000.000. Proyek itu dimenangkan PT Sabarjaya Karyatama dengan nilai penawaran Rp11.450.609.000, menyisihkan 193 perusahaan lainnya.
Proyek drainase itu sempat menjadi sorotan Komisi D (saat ini Komisi IV) DPRD Riau saat melakukan inspeksi mendadak (sidak), Senin (23/1) lalu. Selain proyek itu, anggota Dewan juga meninjau sejumlah proyek lain di Kota Pekanbaru yang dikerjakan Dinas PUPR Riau, seperti proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Tunjuk Ajar Integritas Provinsi Riau di Jalan Ahmad Yani.
Selanjutnya, proyek renovasi pembangunan Masjid Raya Pekanbaru di Jalan Senapelan, serta pembangunan Gedung Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Riau, di Jalan Sumatera.
Saat itu, komisi yang membidangi infrastruktur kecewa dengan sejumlah proyek itu. Pasalnya proyek tersebut terkesan dikerjakan asal-asalan. Akibatnya, hasilnya tampak amburadul dan tidak sesuai dengan nilai proyek yang mencapai miliaran rupiah.
Terkhusus proyek drainase, anggota Dewan meminta pihak kontraktor melakukan perbaikan terhadap proyek-proyek tersebut. "Itu kan masih dalam tanggungjawab pihak kontraktor," sebut Erizal Muluk yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Riau saat itu.
"Itu juga terjadi karena lemahnya pengawasan pihak konsultan proyek sehingga perkejaan proyek masih amburadul," sambungnya.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto