RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kaca Mayang dimungkinkan akan dihentikan. Hal itu mengingat kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari pembangunan proyek yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru itu hanya sebesar Rp40 ribu.
Demikian diungkapkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Subekhan. Dikatakan dia, pihaknya telah menerima hasil laporan hasil audit teknis terkait dengan RTH Kaca Mayang yang menelan anggaran Rp7 miliar.
Cek fisik dilakukan tim ahli teknis dari Medan, Sumatera Utara pada akhir Februari 2018 lalu. Proses cek fisik tersebut dilakukan tim ahli dibantu tenaga dan alat-alat dari Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau guna memperkuat alat bukti dalam perkara tersebut. Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis.
"(Penyidik) Juga telah memeriksa ahli terkait dengan (RTH) Kaca Mayang," ungkap Subekhan kepada Riaumandiri.co belum lama ini.
Hasilnya, ahli teknis menyatakan terdapat kerugian keuangan negara dalam pembangunan RTH Kaca Mayang itu. Meski begitu, kerugian negaranya sangat kecil yaitu sebesar Rp40 ribu, dan bisa dianggap tidak ada.
"Terdapat kerugian keuangan negara dalam hasil analisis itu sebesar Rp40 ribu. Dan itu menurut kaca mata teknis, karena nilainya Rp40 ribu, maka dibulatkan ke bawah. Jadi bisa dianggap sebagai Rp0," lanjut Subekhan.
Atas hasil cek teknis itu, Penyidik akan segera menentukan sikap, apakah penyidikan akan dilanjutkan atau dihentikan. Kejati Riau, kata Subekhan, akan segera melakukan evaluasi.
"Dan atas hasil audit ini masih kita evaluasi terkait penyelesaian dugaan korupsi," imbuhnya.
Pihaknya kata Subekhan, juga tidak akan melakukan upaya cek fisik ulang dengan ahli yang berbeda, termasuk auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut Subekhan, BPKP menyerahkan sepenuhnya atas hasil cek fisik yang telah dilakukan itu.
"Auditor BPKP menyandarkan kepada audit teknis. Dan itulah audit teknis yang sudah disampaikan kepada kami. Dari pemeriksaan ahli, sudah disampaikan," pungkas Subekhan.
Diketahui, proyek RTH Putri Kaca Mayang ini dibangun bersamanan dengan RTH Tunjuk Ajar di Jalan Ahmad Yani pada tahun 2016 lalu. Dalam proyek yang disebut terakhir, terdapat rekayasa proyek untuk memenangkan satu kontraktor.
Pembangunan dua RTH dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau yang dipimpin Dwi Agus Sumarno (DAS). Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas yang ada di RTH Tunjuk Ajar.
Tugu itu diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Terkhusus RTH Tunjuk Ajar, penyidik telah menetapkan 18 orang tersangka termasuk mantan Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumarno. Dia bersama seorang rekanan Yuliana J Bagaskoro (YJB), dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni, yang telah dihadapkan ke proses persidangan.
Sementara tiga tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Panca Mandiri Consultant, Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin, serta Khusnul yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (RBL), juga telah dilakukan penahanan.
Selain itu, juga terdapat 12 tersangka lainnya. Mereka di antaranya, Ketua Pokja ULP Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja, Hariyanto dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal.
Kemudian, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia. Terhadap mereka, nasibnya akan ditentukan belakangan, setelah 6 tersangka yang telah ditahan dilimpahkan ke pengadilan.
Dugaan korupsi pada dua RTH di Pekanbaru ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran.
Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan. Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto