RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Masyarakat tetap berharap pembangunan Waduk Lompatan Harimau di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dibatalkan pembangunannya. Meski saat ini dikabarkan pembangunan waduk itu untuk sementara waktu ditunda pelaksanaannya.
Pembangunan Waduk Lompatan Harimau merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) Presiden Joko Widodo. Hal itu tertuang dalam lampiran Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 di urutan 191. Namanya Bendungan Rokan Kiri.
Waduk itu dibuat untuk sumber energi listrik dengan kapastitas 74,44 Mw dan sumber irigasi 4.000 hektar sawah masyarakat. Sejatinya, proyek akan mulai beroperasi pada 2019 hingga 2023.
Jelang proses pelaksanaan pembangunan, muncul penolakan dari masyarakat. Mereka tidak ingin kampung mereka ditenggelamkan, apalagi dipindahkan. Kampung yang dimaksud, yang berada di Desa Cipang Kiri Hulu, Cipang Kiri Hilir, Cipang Kanan, dan Tibawan.
Menanggapi hal itu, pemerintah daerah baik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohul dan Pamerintah Provinsi (Pemprov) Riau, telah menyurati Pemerintah Pusat. Adapun surat itu berintikan penolakan pembangunan waduk tersebut.
Lalu, belum lama ini Komisi IV DPRD Riau yang membidangi pembangunan dan infrastruktur, telah melakukan komunikasi dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait rencana pembangunan waduk itu.
Salah seorang anggota Komisi IV DPRD Riau, Yulianti mengatakan, hasil komunikasi tersebut, disepakati pembangunan waduk Lompatan Harimau ditunda pelaksanaannya.
"Sejauh ini sudah ada titik terang. Hasil pertemuan kami dengan Kementerian PUPR berkonsultasi hal ini, dinyatakan pembangunan waduk di Rokan Hulu dipending," ungkap Yulianti yang juga merupakan anggota Dewan dari daerah pemilihan (dapil) Rohul itu, Kamis (24/5/2018).
Diterangkannya, ada 5 daerah yang rencananya akan dibangun waduk dalam PSN. Dua di antaranya akan dipending terlebih dulu, karena adanya penolakan dari masyarakat, yakni Rokan Hulu dan Bali.
"Untuk Rokan Hulu dan Bali sudah dipastikan dipending, karena di dua daerah itu ada penolakan keras dari masyarakat. Tapi belum pasti batal, karena sifatnya masih ditangguhkan pembangunannya," sebut politisi Partai Demokrat itu.
Dari hasil pembicaraan tersebut, menurut Yulianti, pihak kementerian menyampaikan bahwa sangat banyak surat masuk ke kementerian terkait pembangunan waduk tersebut.
"Kami disambut tiga kabid terkait di kementerian saat itu. Disampaikan kepada kami, bahwa pemerintah sekarang tidak akan otoriter, dan mendengarkan suara rakyat," kata Yulianti.
"Juga ada disampaikan kepada kami, bahwa ganti rugi yang disediakan tidak seperti dulu, tapi akan mencukupi bagi masyarakat. Saya katakan, ini bukan masalah uang, tapi soal kenyamanan dan kampung halaman mereka, sebagaimana aspirasi masyarakat yang sudah berkali-kali disampaikan kepada kami," sampainya memaparkan.
Untuk tindaklanjutnya, menurut Yulianti, pihak kementerian akan menyurati kepala daerah dan menyampaikan pekerjaan tersebut akan dipending.
"Kita tidak hanya berharap ini dipending, tapi juga dibatalkan, sebagaimana harapan masyarakat," harap Yulianti.
Dia mengatakan, sejauh ini masyarakat masih tetap menolak untuk rencana pembangunan waduk tersebut. Walau ada ganti rugi yang disediakan oleh pihak pemerintah, namun menurutnya masyarakat tentunya tidak bersedia untuk meninggalkan kampung halamannya.
"Masyarakat tinggal di sana sudah sejak zaman nenek moyang mereka, kita minta pertimbangan dari pusat, apakah empat kampung tersebut memang harus di tenggelamkan," sebutnya.
Walau tak bisa memastikan dan menjamin pembangunan waduk itu bisa berhenti, karena itu merupakan kewenangan pusat, tapi dirinya akan tetap memperjuangkan hal tersebut.
"Pembangunan tersebut merupakan program pusat, intinya kita sama-sama berjuanglah," pungkas Yulianti.
Dirinya sendiri menurut Yulianti sudah sering turun ke sana, dan berbagai pengaduan masyarakat dan kecemasan masyarakat yang ia temukan saat turun ke daerah tersebut.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto