PEKANBARU (HR)-Selain dari sisi keuangan, sorotan terhadap sejumlah badan usaha milik daerah milik Pemprov Riau masih berlanjut. Pasalnya, banyak arah perusahaan plat merah itu yang dinilai tak jelas. Seharusnya, ada kepastian apakah sebuah perusahaan lebih bertujuan untuk mendapatkan laba (profit oriented) atau lebih pada sosial kemasyarakatan.
Kondisi ini juga turut mempengaruhi jalannya sebuah badan usaha milik daerah (BUMD). Sehingga pada akhirnya, berpengaruh terhadap hasil yang dicapai, khususnya dividen untuk kas daerah. Sementara modal dari dana APBD yang sudah disertakan, juga tidak sedikit.
Menurut Ketua Komisi C DPRD Riau, Aherson, akibat tidak jelasnya arah BUMD tersebut, Dewan juga kesulitan mengukur, ke mana sebenarnya arah yang dituju sebuah BUMD. Pihaknya bahkan sempat mendapat alasan yang tidak mengenakkan.
Yakni ketika ditanya mengapa dividen yang diperoleh tidak maksimal, pengelola BUMD malah mengatakan tujuan didirikannya BUMD itu lebih pada sosial kemasyarakatan.
"Ini karena saat dibentuk, tujuannya hanya menerawang saja. Jadi, ketika ditanya profit, malah berdalih untuk sosial. Ke depan kita tak ingin seperti ini lagi. Sejak awak arahnya harus jelas," tandasnya, Kamis kemarin.
Menurutnya, dengan arah yang jelas, kiprah sebuah BUMD akan lebih bisa terukur. Meski pun bila sebuah BUMD lebih bertujuan pada sektor sosial kemasyarakatan. "Yang pasti, semua bisa diukur," tegasnya.
Ke depan, tambahnya, Komisi C ingin kepala daerah benar-benar memastikan arah dan tujuan didirikannya sebuah BUMD. Bila perlu, dibuat ikon yang menegaskan arah dan tujuannya. Apakah untuk keuntungan atau sosial kemasyarakatan.
"Biar jelas apa tujuannya. Jangan hanya sekedar untuk menampung tim sukses atau kawan-kawan kroni. Itu yang membuat arah BUMD jadi tak jelas, bercampur itu antara profit dan sosial," sindirnya lagi.
Lebih lanjut, politisi asal Kuansing ini menyorot salah satu BUMD yakni PT Perkreditan Ekonomi Rakyat (PER). Kalau secara ikon, ini lebih banyak sosial kemasyarakatannya. Namun tetap saja hasilnya bisa ukur. Sejauh mana dampaknya terhadap masyarakat, seberapa banyak kredit yang telah dikucurkan, apakah tepat sasaran atau tidak dan lain sebagainya. "Nanti juga bisa dipantau, apakah kredit yang dikucurkan benar-benar bisa meningkatkan pendapatan masyarakat penerima bantuan kredit itu," tambahnya.
Sementara jika melihat Bank Riau Kepri, itu lebih kepada mencari keuntungan (profit oriented). Bagaimana kinerjanya, juga bisa diukur. "Untuk lembaga seperti ini, profitnya harus jelas dan kinerjanya harus profesional," jelasnya.
Menurutnya, Komisi C akan memberikan rekomendasi BUMD mana saja yang layak dipertahankan. "Yang tidak layak, ditutup saja. Saat ini dari 8 BUMD milik Pemprov Riau, baru enam yang menyerahkan data, yakni PT BRK, PT PER, PT PIR dan PT. SPR. "Yang belum itu RAL dan Aryaduta Hotel," pungkasnya.
Belum Tahu
Terpisah, Plt Gubri Arsyadjuliandi Rachman, mengaku belum mengetahui penilaian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau, yang menilai banyak BUMD Riau yang bermasalah. Karena itu, Pemprov Riau dituntut untuk ekstra hati-hati bila ingin menyertakan modal.
"Saya belum dengan BPKP ngomong seperti itu. Itukan ada mekanismenya yang harus ditempuh BUMD," ujarnya.
Disinggung mengenai penolakan BUMD Riau, PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), yang menolak laporan keuangannya diaudit BPKP, pria yang akrab disapa Andi Rahman mengatakan tidak ingin terlalu cepat mengambil keputusan, karena masih ada mekanisme yang harus dilalui.
"Kita jangan berandai-andai, ikuti mekanismenya," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BPKP Perwakilan Riau, Panijo, mengatakan rata-rata BUMD Riau tidak ada yang sehat. Untuk itu, pihaknya mengimbau Pemprov Riau berhati-hati memberikan penyertaan modal kepada BUMD. (rud, nur)